Jumat, 27 September 2013

TUGAS KEAMANAN PANGAN – BELAJAR MANDIRI
Protozoa – Entamoeba

Disusun oleh :
 Veronika Christa                    11.70.0115
Maria Liem Yellie                   11.70.0118
Jessica Octavin                        11.70.0119

 

1.        Karakter Entamoeba

Entamoeba merupakan protozoa yang mempunyai sel tunggal dan termasuk dalam sub-filum Sarcodina. Amoeba ini memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi berukuran 10-60 μm, sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit (penanda penting untuk diagnosisnya), mempunyai satu buah inti entamoeba, bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar yaitu pseudopodia. Klasifikasi entamoeba adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Eukaryota
Filum               : Amoebozoa
Kelas               : Archamoebae
Ordo                : Amoebida
Genus              : Entamoeba
Spesies            : Entamoeba histolytica

Entamoeba memerlukan inang untuk berkembang biak, parasit ini terkenal sebagai penyebab penyakit gastrointestinal pada manusia terutama di negara berkembang. Kista Entamoeba histolytica memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm
2. Kista matang memiliki 4 buah inti entamoba tidak dijumpai lagi eritrosit di dalam sitoplasma
3. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies) berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.
Dalam peralihan bentuk trofozoit menjadi kista, ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak dijumpai lagi eritrosit. Bentuk ini dikenal dengan istilah prekista (dulu disebut minuta). Bentuk prekista dari Entamoeba histolytica sangat mirip dengan Bentuk trofozoit dari Entamoeba coli, spesies lainnya dari amoeba usus.

2.        Sumber Kontaminasi

Entamoeba tidak secara langsung terdapat pada makanan tetapi dapat mengkontaminasi makanan lewat inangnya yang cocok dengan kondisi hidupnya. Beberapa potensi sumber kontaminasi entamoeba pada makanan adalah melalui air yang terinfeksi Entamoeba digunakan untuk irigasi, mencuci atau memasak bahan makanan. Selain itu sumber kontaminasi lainnya adalah lalat dan kecoa yang hinggap pada makanan dan membawa  bibit-bibit Entamoeba. Kemudian penggunaan pupuk tinja juga berpotensi menginfeksi bahan makanan yang berasal dari pertanian. Hal ini disebabkan tinja atau feses manusia yang terkontaminasi Entamoeba akan mengandung kista yang dapat berpindah ke bahan mentah.

3.        Bahan Pangan Yang Sering Terkontaminasi

Sumber pangan yang rentan terkontaminasi oleh Entamoeba adalah bahan  pangan mentah. Hal ini dikarenakan sifat Entamoeba yang tidak tahan panas. Beberapa kasus ditemukan bahwa Entamoeba ditemukan di sayur dan buah-buahan. Selain itu juga dapat terdapat pada susu sapi dan hewan ternak lainnya. Proses kontaminasinya berasal dari konsumsi rumput atau bahan pangan lain yang terinfeksi Entamoeba sehingga kista tersebut akan berkembang dalam darah hewan ternak dan menginfeksi susu yang dikeluarkannya. Oleh sebab itu proses pencucian dengan air bersih serta pemasakan seperti pasteurisasi sangat diperlukan untuk menghindari kontaminasi Entamoeba dalam makanan.

Di Amerika Serikat, patogen yang menjadi perhatian utama pada buah dan sayuran adalah Salmonella, Shigella, Entamoeba histolytica, dan Ascaris spp. Kontaminasi mikroba pada sayuran bisa berasal dari penyemprotan atau pengairan dengan air yang terkontaminasi Salmonella dan pemupukan dengan kotoran hewan, sehingga pada sayuran seperti selada ditemukan Salmonella (Lund et al. 2000). Menurut Sapers (2001), kontaminasi mikroba patogen pada produk pertanian terjadi pada beberapa titik, mulai dari tahap produksi, panen, pengepakan, pengolahan, distribusi hingga pemasaran.


4.        Gejala Kontaminasi Entamoeba
5.         
Amebiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica, amebiasis usus ditandai dengan fase akut atau kronik. Amoebiasis adalah penyebab yang umum dari diare kronik maupun diare akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu diare yang menetap lebih dari 3-5 hari yang disertai nyeri perut, kram perut, demam tidak begitu tinggi, nyeri pada waktu buang air besar, dan feses berupa darah disertai lendir. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Penanganan diare kronik bersifat lebih kompleks dan menyeluruh dibandingkan diare akut dan mengahruskan rujukan kepada dokter ahli, penderita juga dapat mengalami konsipasi (T. Declan Wash, 1997).

Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimtomatis). Penderita kronis mungkin memiliki toleransi terhadap parasit, sehingga tidak menderita gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang istilah symptomless carrier. Gejala dapat bervariasi, mulai dari rasa tidak enak di perut (abdominal discomfort) hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah disertai tenesmus. Pada beberapa kasus ditemukan bahwa dalam feses manusia normal terdapat trotofozoit Entamoeba hystolitica, hal ini menunjukkan bahwa tidak semua penderita amebiasis menimbulkan gejala klinis. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica .

Entamoeba hystolitica dapat menyebabkan diare amoeba, karena Entamoeba hystolitica bersifat patogen. Diare yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica adalah diare yang disertai darah dan lendir, dapat terjadi hingga 10 kali/hari. Pada kasus-kasus berat, gejala dapat timbul mendadak berupa diare berat (lebih dari 10 kali/hari), demam dan dehidrasi (Lynne S. Garcia, 1996).
Sifat-sifat yang khas pada diare amoeba adalah:
  • Volume tinja pada setiapkali buang air besar lebih banyak.
  • Bau feses yang menyengat.
  • Warna feses umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak bercampur dengan feses.
(Soedarto, 1990)

Faktor yang menentukan invasi amoeba adalah jumlah amoeba yang ada, kemampuan patogenik parasit, keadaan tuan rumah (seperti kekebalan, lingkungan, tingkah laku, dan keadaan lain) (Jawetz,1991). Apabila seseorang yang menderita disentri amoeba sembuh dari penyakitnya, maka amoeba akan bertukar bentuk menjadi kista. Kista ini akan keluar bersama feses dan dapat hidup terus menerus karena tahan terhadap lingkungan sekitar. Lalat dapat menjadi media penularan bagi penyakit amoebiasis karena lalat sering hinggap dari kotoran dan berpindah kemakanan yang kemudian akan menyebabkan kontaminasi (Depkes RI, Jakarta, 1991).

Pada tabel dibawah ini disajikan makanan-makanan yang dapat menjadi pembawa  virus, protozoa dan parazit serta metode pengontrolan.

6.        Penyakit yang ditimbulkan

Penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi entamoeba merupakan infeksi parasit, dimana infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang atau hewan.  Infeksi sering terjadi karena mengkonsumsi daging mentah atau pemasakan daging yang tidak memadai. Kista dari protozoa tersebut akan mati apabila dipanaskan sampai suhu di atas 70oC. Pada suhu -20oC selama 3 hari protozoa tersebut juga akan mati (Unterman, 1998).

Jenis protozoa yang sering mengkontaminasi makanan adalah Entamoeba histolytica, Giardia lambia dan Cryptosporidium parvum. Air minum dan beberapa jenis hewan merupakan pembawa dan sumber infeksi pada manusia. Untuk menghindari terjadinya infeksi protozoa patogen maka perlu dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi ke dalam makanan. Perlu diperhatikan bahwa proses klorinasi pada air minum tidak menginaktifkan kista dari E. Histolytica dan G. Lambia, juga tidak menginaktifkan ookista dari Cryptosporidia.

7.        Catatan Insiden

 Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit (Hendarwanto, 1996).

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).

Hasil Penelitian yang dilakukan Loehoeri dan Hantyanto di bangsal penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta (1990 -1995) didapatkan 74 kasus diare akut. Isolasi kuman diperoleh pada 26 (35,16%) spesimen, terdiri dari 7 (26,92%) isolat tunggal dan 19 (73,10%) isolat campuran, Isolat terbanyak dengan prevalensi kuman penyebab semakin berkurang adalah: E.coli (35%), Klebsiella sp (15%), Pseudomonas sp ( 10%), Entamoeba histolytica (8%), Enterobacter sp (7,5%), Proteus sp (5%) dan 2,5% untuk Bacillus sp, Citrobacter sp, Salmonella enterica serovar Typhi (paratyphi B), Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp (Loehori, 1998). Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan muntah, demam, hematosechia, berak-berak, nyeri perut sampai kram (Triadmodjo, 1993).

8.        Pencegahan Kontaminasi Entamoeba
Pencegahan:
1.      Sanitasi lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat mendukung terjangkitnya diare. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan penyebaran penyakit secara terus menerus. Diare merupakan penyakit yang salah satunya disebabkan oleh infeksi entamoeba histolytica yang biasanya sering mengkontaminasi selokan, saluran air, makanan, dan lain-lain (Jan tambayong, 2000).
2.      Hygiene perorangan
Kebiasaan hidup yang selalu memperhatikan kebersihan diri sangatlah penting, seperti; mencuci tangan setelah beraktivitas atau sebelum makan, memakai alas kaki, memotong kuku, serta ganti pakaian. Kebersihan tersebut juga meliputi memasak air minum sampai mendidih, mencuci sayuran sebelum dikonsumsi, serta menutup rapat makanan agar terhindar dari kontaminasi. Perlu juga dilakukan pemberantasan lalat da kecoa yang dapat mengkontaminasi (Hoobs B, Roberts,1993)
3.      Densifeksi kotoran dan muntahan penderita (Depkes RI, 1991).





REFERENSI
Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis / Medical Record Rumah Sakit. Jakarta : DEPKES RI.
Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;(1996). 451-57.
Hoobs B, Roberts D. Food poisoning and food hygiene, 6th ed. London, Edward Arnold,1993.
http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf (diakses 27 September 2013, 15:30)


Jawetz M; Adelberg’s. (1991). Mikrobiologi Kedokteran. edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Lund, B.M., T.C. Baird-Parker, and G.W. Gould. 2000. The Microbial Safety and Quality of Food. Vol. II. Aspen Publ. Inc., Gathesburg, Maryland.
Sapers, G.M. 2001. Efficacy of washing and sanitizing methods for disinfection of fresh fruit and vegetable products. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 305- 311.
Sehgal, D; Bhattacharya, A; dan Bhattacharya S. (1996). Pathogenesis of Infection by Entamoeba histolytica. J. Biosci., Vol. 21, Number 3, May 1996, pp 423-432. India.

http://www.ias.ac.in/jarch/jbiosci/21/423-432.pdf. Diakses pada 27 September 2013.
Soedarto, 1990. Protozoologi Kedokteran. Cetakan I. Widya Medika, Jakarta.
T. Declan Wash, (1997), Kapita Selekta Penyakit dan Tempi, EGC, Jakarta, 200-. 334
Triadmodjo. Pola Kuman Penyebab Diare Akut Pada Neonatus dan Anak. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran. 1993.

Untermann, F. 1998. Microbial hazard in food. Food Control. 9(2-3): 119-126



2 komentar:

  1. Saya Raymundus Pito Winarjati 11.70.0095 bersama dengan kelompok saya yaitu Cinthya Danastri 11.70.0093 dan Paulina Gandhes 11.70.0096 ingin bertanya. Pada kelompok ini menjabarkan tentang Entamoeba yang termasuk protozoa. masalah yang bisa terjadi pada manusia adalah masalah gastrointestinal pada manusia maupun hewan, sama dengan kelompok kami yang menjelaskan tentang Norovirus. dimana Norovirus juga menginfeksi gastrointestinal pada manusia. menurut kelompok anda, manakah yang lebih berbahaya antara Entamoeba dan Norovirus? Mengapa?

    BalasHapus
  2. Terimakasih Pito untuk pertanyaannya, saya Veronika Christa 11.70.0115 dan kelompok saya yaitu Maria Liemyelie 11.70.0118 dan Jessica Octavin 11.70.0119 akan mencoba menjawab. Menurut kami, keduanya sama-sama berbahaya mengingat keduanya dapat menimbulkan gangguan/ masalah gastrointestinal. Akan tetapi, seperti yang kelompok anda jelaskan mengenai Norovirus, bahwa dampak/penyakit yang ditumbulkan Norovirus dapat dikatakan ringan. Sedangkan pada entamoeba dapat menyebabkan diare mulai dari diare ringan hingga kronik, sesuai beberapa faktor yang sudah dijelaskan. Selain itu, entamoeba lebih sering dijumpai, seperti yang disampaikan dalam sebuah penelitian bahwa hampir dalam semua feses manusia maupun hewan terdapat entamoeba dengan jumlah yang beragam. Sehingga kemungkinan makanan untuk terkontaminasi protozoa ini cukup tinggi. Sekian penjelasan kami, semoga bermanfaat. terimakasih

    BalasHapus