Jumat, 27 September 2013

Kelompok 11_Salmonella

Lia Oeinia                           11.70.0039
Poei, Laurensia Cindy         11.70.0041
Meilsa Yuke                       11.70.0043


1.                  KARAKTERISTIK Salmonella
Salmonella merupakan suatu jenis mikroorganisme yang termasuk dalam golongan bakteri gram negative, bakteri yang tidak menghasilkan spora dan bakteri yang berbentuk batang. Mikroba ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella adalah satu-satunya penyebab penyakit gastroenteritis dan mikroba yang sangat penting dalam peternakan. Salmonellosis merupakan salah satu bentuk infeksi “zoonotic” yang dapat berpindah/menular dari hewan ke manusia. Pengkelasan Salmonella dapat dibagi menjadi 2 kelas yaitu  S. enteric dan S. bongori. Genus Salmonella ini dapat dibagi lagi menjadi serotypes yang jumlahnya lebih dari 2500. Beberapa serotypes yang dapat mengakibatkan penyakit pada manusia adalah Salmonella Enteriditis PT4 yang banyak terdapat pada telur, kemudian S. Typhimurium dan S. Virchow (Lawley et al, 2008). Menurut Cox (2000), genus Salmonella merupakan salah satu family Enterobacteriaceae yang merupakan bakteri gram negative dan berbentuk batang dengan ukuran (0.7 – 1.5 x 2-5 µm). Mikroba jenis ini termasuk dalam mikroba fakultatif anaerobic.

Menurut Jay (2000), jenis Salmonella yang dapat menginfeksi manusia adalah S. typhi, A. paratyphi A, A. parathphi C. Kelompok ini merupakaan agen yang dapat menyebabkan demam typhoid dan paratyphoid. Demam typhoid ini memiliki masa indkubasi yang panjang, sehingga mampu menghasilkan suhu badan yang tinggi dan merupakan penyebab kematian tertinggi. S. typhi dapat diisolasi dari darah, feses maupun urine dari seseorang yang menderita deman enteric.

Genus Salmonella merupakan anggota dari famili Enterobacteriaceae. Salmonella termasuk dalam kelompok bakteri gram negatif yang berbentuk batang, tidak berspora, motil (kecuali Salmonella Pullorum dan S. Gallinarum), memiliki flagela peritrikus, bersifat anaerob fakultatif, tumbuh pada suhu antara 5-45 °C, dengan suhu optimum 35-37 °C. Salmonella mampu tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada kadar garam yang meningkat. Salmonella membentuk rantai filamen yang panjang jika dibiakkan/ditumbuhkan pada suhu ekstrim 4-8 °C atau 44 °C, serta pada pH 4.4 atau 9.4. Semua Salmonella merupakan patogen intraselular fakultatif dan bersifat patogen, serta dapat menyerang makrofag, sel-sel dendrit, dan epitel (Bhunia 2008). Menurut Bhunia (2008), Salmonella adalah bakteri yang mudah tumbuh, bakteri ini dapat menyesuaikan dengan berbagai bentuk keadaan lingkungan. Salmonella akan tetap tumbuh bahkan setelah didinginkan walau dalam kecepatan yang lebih lambat (Meggitt 2003)

Berikut karakteristik pertumbuhan Salmonella  menurut Norhana, et al (2010)
Parameter
Minimum
Optimum
Maksimum
Suhu (˚C)
5.2
35-37
45-47
pH
3,8
5.5-5.7
9.5
Daya tahan terhadap Garam
-
-
4-5
Kelembaban
0.94
-
>0,99
Keterangan:
minimum suhu 5.2 (sebagian serotipe tidak berkembang pada suhu < 7.0)

2.                  SUMBER KONTAMINASI
Salmonella terdapat di saluran intestinal burung/unggas, reptil, kura-kura, insekta, ternak, dan manusia, namun paling banyak ditemukan pada unggas. Spesies ini juga tersebar di lingkungan alami seperti tanah dan air, yang mana Salmonella dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama, namun tidak dapat memperbanyak diri secara signifikan seperti saat berada pada inangnya (Bhunia 2008). Salmonella dapat mengkontaminasi bahan pangan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tinja manusia, air yang tercemar oleh sampah, ditularkan melalui bahan mentah, melalui tangan pengolah makanan, dan bisa juga melalui peralatan atau mesin yang digunakan untuk mengolah suatu bahan pangan (Zulaikhah, 2005).

Hewan ternak khususnya babi dan unggas sangat berpotensi sebagai media tumbuh bagi bakteri ini. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa hewan ternak lain tidak dapat terkontaminasi oleh Salmonella. Hewan ternak yang sedang dalam masa mengandung dan menyusui, atau yang masih berusia muda memiliki potensi besar untuk tercemar oleh bakteri Salmonella. Seperti yang dikatakan sebelumnya, unggas merupakan hewan yang paling mudah terkontaminasi oleh Salmonella, contohnya adalah ayam. Salmonella akan mudah menginfeksi, ketika mikroflora dalam usus berjalan sangat lambat. Sehingga bakteri lain yang bersifat pathogen akan mudah sekali untuk masuk (Ferreira et al., 2003).

Selain sumber – sumber diatas, Salmonella juga dapat menginfeksi makanan  siap saji. Hal ini dikarenakan, adanya kontaminasi silang yang terjadi antar bahan mentah. Proses pengolahan yang tidak tepat serta alat – alat yang digunakan selama pengolahan dapat dijadikan sebagai media penyalur bagi Salmonella. Umumnya proses pengolahan dapat mengurangi atau menghilangkan segala macam kontaminan dalam  bahan pangan tersebut. Akan tetapi, untuk produk seperti coklat, sereal dan selai kacang  masih dapat dikontaminasi oleh bakteri Salmonella. Untuk produk yang telah diolah, bakteri Salmonella menginfeksi melalui alat dan proses pengolahan yang tidak higienis (Lawley et al., 2008). Bakteri ini menginfeksi bahan mulai setelah saat dipanen hingga disajikan menjadi makanan.

3.                  SUMBER PANGAN YANG SERING TERKONTAMINASI
Bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh bakteri Salmonella adalah dairy product, seperti susu, daging, dan lain – lain. Kontaminasi ini terjadi akibat pakan yang dikonsumi oleh hewan ternak telah diinfeksi oleh bakteri pathogen. Sehingga berdampak pada tumbuhnya bakteri Salmonella dalam tubuh hewan ternak. Oleh karena, bakteri Salmonella banyak menginfeksi hewan ternak, maka produk pangan asal hewan sangat diperhatikan mengenai keamanan pangannya (Masniari et al., 2006).

Dairy product yang sering terkontaminasi adalah susu. Nutrisi yang terkandung dalam susu baik bagi sumber pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri. Selain itu, pH susu sangat sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme. Proses kontaminasi dapat terjadi mulai dari proses pemerahan susu hingga siap untuk dikonsumsi (Suwito, 2010). Selain susu, telur unggas juga berpotensi bagi pertumbuhan bakteri Salmonella. Bakteri tersebut dapat berasal dari cangkang telur itu sendiri. Kotoran yang menempel pada cangkang telur mengandung berbagai macam mikroorganisme termasuk Salmonella. Hal ini dikarenakan, adanya pori – pori pada lapisan cangkang. Mikroorganisme tersbut mencemari telur selama proses penyimpanan melalui pori dan menembus dua lapisan telur dibawahnya. Cangkang telur dapat mengalami penurunan kualitas akibat berbagai macam faktor, seperti umur induk yang semakin tua, temperature lingkungan, penyakit, dan obat – obatan yang dikonsumi oleh induk. Selain itu, cangkang telur akan mengalami pengkeroposan akibat pembersihan menggunakan sikat (Suprijatno et al., 2005).



4.                  GEJALA
Menurut Dharmojono (2001), Salmonellosis yang merupakan jenis penyakit dikarenakan infeksi dari Salmonella ini memperlihatkan 3 sindrom yang khusus yaitu terjadinya septicemia, radang usus akut yang selanjutnya akan berubah menjadi radang usus kronik. Pada saat penderita mengalami radang usus akut, penderita akan merasa sangat depresif, mengalami demam hingga suhu tubuhnya mencapai 40,5-41,50C, dan seringkali ada aksi merejan bersamaan dengan rasa mulas yang sangat hebat (tenesmus). Menurut Supardi & Sukamto (1999), Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid yang masa inkubasinya berkisar antara 3-4 minggu. Penderita yang telah dinyatakan sembuh dari demam tifoid ternyata masih memiliki S. typhi sekitar 2-5% di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada juga yang sampai menetap di dalam tubuh bertahun-tahun sehingga menyebabkan carrier kronik. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella, gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh. Penyakit ini dapat ditangani dengan memberikan cairan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Lalu segera membawa korban ker puskesmas atau rumah sakit terdekat.

5.                  PENYAKIT YANG DITIMBULKAN OLEH Salmonella
Penyakit yang  disebabkan karena infeksi Salmonella disebut dengan Salmonellosis. Hal ini dapat terjadi karena mengkonsumsi makan makanan yang tercemar oleh bakteri tersebut. orang yang terinfeksi oleh bakteri ini biasanya akan mengalami sakit kepala, demam, kejang perut, diare, mual, dan muntah. Gejala ini dapat timbul 6 – 72 jam setelah terjadinya infeksi. Gejala penyakit ini biasanya akan berlanjut selama 4 – 7 hari. http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/diseases-and-conditions/7190/doh-7190-ind.pdf

 Menurut Dharmojono (2001), beberapa penyakit yang dapat disebabkan karena adanya infeksi dari Salmonella adalah sbeagai berikut :
è Gastroenteritis
Penyakit ini bisa timbul dikarenakan infeksi Salmonella pada usus dan terjadi lebih dari 18 jam setelah bakteri pathogen tersebut masuk ke dalam host (inang). Ciri-ciri yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah penderita akan mengalami demam, sakit kepala, muntah, diare, terasa sakit pada abdomen (abdominal pain) selama 2-5 hari. Spesies yang sering menjadi penyebab penyakit ini adalah S. typhimurium.
è Septisemia
Penyakit akibat infeksi ini ditunjukkan dengan beberapa cirri-ciri seperti deman, anoreksia, dan anemia. Infeksi ini dapat terjadi dalam waktu yang sangat lama. Jenis spesies yang sering menyebabkan penyakit septisemia ini adalah S. cholera-suis.
è Demam enteric
Demam enteric yang dapat terjadi dan sangat serius adalah demam tifoid. Jenis spesies yang dapat menyebabkan demam ini adalah S. typhi. Namun, disisi lain, S. paratyphi juga dapat menyebabkan demam ini namun resiko kematian akibat demam ini lebih rendah dan tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan demam enteric yang diakibatkan oleh S.typhi. Penyakit demam ini dapat ditunjukkan dengan beberapa cirri-ciri yaitu lesu, anoreksia, menderita sakit kepala dan selanjutnya diikuti demam.

Penyakit yang diakibatkan oleh Salmonella termasuk dalam golongan infeksi. Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama infeksi Dharmojono (2001).

6.                  CATATAN INSIDEN/OUTBREAK
Outbreak Salmonellosis pada manusia dan hewan telah dilaporkan sejak tahun 1970an. Salmonella adalah penyebab utama foodborne disease akibat infeksi bakteri melalui makanan (Bhunia 2008). Daging, telur dan hasil olahannya merupakan sarana penghantar foodborne disease pada manusia di negara berkembang (Mølbak et al. 2006; Adeline et al. 2009; Hugas et al. 2009). Diperkirakan sekitar 800 000 sampai 4 000 000 orang terinfeksi Salmonella setiap tahunnya di Amerika Serikat. Selain ciri umum berupa diare, demam, dan keram perut, infeksi juga dapat menyebar ke aliran darah, sumsum tulang, bahkan ke otak yang dapat mengakibatkan sakit yang fatal. Setiap tahunnya diduga sekitar 500–1000 orang meninggal akibat infeksi S. enterica di Amerika Serikat (Angulo & Swerdlow 1999).

Laporan terbaru oleh Omwandho dan Kubota (2010), lebih dari 3.7 juta kasus salmonellosis terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Hal ini diperkirakan menghabiskan $64 sampai $114 dolar Amerika setiap tahunnya. Peningkatan infeksi Salmonella pada manusia di Jerman dilaporkan bersumber dari telur dan hampir 85% infeksi disebabkan oleh S. Enteritidis.

Kejadian salmonellosis berbeda-beda pada setiap negara. Spanyol pada tahun 1992 dan Kanada pada tahun 1991 dengan populasi penduduk masing-masing 40 000 dan 30 000 dilaporkan memiliki kasus foodborne disease oleh Salmonella yang berbeda nyata, yaitu masing-masing 482 dan 28 kasus. Pada kasus ini, unggas, telur, dan produk olahan telur dilaporkan sebagai bahan penyebab utama (D’Aoust 2000).

Salmonella enterica menjadi pandemik di Eropa dan beberapa tempat lain di belahan dunia (Angulo & Swerdlow 1999). S. enterica menyebabkan penyakit typhoid pada manusia. Transmisi dari manusia ke manusia terjadi dari makanan yang terkontaminasi ekskreta manusia atau lebih dikenal dengan cara fecal-oral. Insidensi demam typhoid di seluruh belahan dunia diperkirakan sekitar 17 juta kasus dan 600 000 diantaranya menyebabkan kematian (Mølbak et al. 2006).

Demam typhoid termasuk dalam lima penyakit terbesar penyebab kematian di Indonesia (Mølbak et al. 2006; Moehario 2009). Infeksi ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dengan kejadian antara 350–810 kasus per 100 000 penduduk Indonesia setiap tahunnya (Moehario 2009). Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase penduduk yang terjangkit demam typhoid dibandingkan dengan seluruh penduduk (prevalensi) di Indonesia sebesar 1.6%. Jawa Barat adalah salah satu dari dua belas provinsi yang memiliki angka prevalensi typhoid di atas angka rata-rata yaitu sebesar 2.14% (Depkes 2008).  

7.                  CARA MENANGGULANGI/MENCEGAH SUPAYA TIDAK TERJADI
Ada berbagai macam cara yang dapat digunakan untuk mencegah / menanggulangi terjadinya kontaminasi oleh bakteri Salmonella. Secara umum, bakteri Salmonella tidak tahan terhadap pemanasan pada suhu tinggi, seperti pasteurisasi. Untuk mengontrol bakteri Salmonella pada susu, bakteri dapat dikontrol dengan menggunakan proses pemanasan dengan suhu sedang. Akan tetapi, proses ini berpotensi terjadinya kontaminasi silang (Lawley et al., 2008).

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada telur, maka telur harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang baik. Telur akan lebih baik apabila disimpan pada suhu rendah. Selain dipengaruhi oleh suhu, waktu penyimpanan juga berpengaruh pada pencegahan bakteri Salmonella. Waktu dan suhu penyimpanan telur, dibagi menjadi 3, yaitu :
·         Untuk waktu 3 hari atau kurang disimpan selama 5° - 7°C
·         Untuk waktu 1 minggu atau kurang disimpan selama -5° sampai 0°C
·         Untuk waktu 1 minggu atau lebih disimpan pada suhu < -5°C
Karena bakteri Salmonella dapat menginfeksi bahan setelah dipanen hingga menjadi makanan, maka perlu diperhatikan setiap tahapan proses yang diberikan kepada bahan. Proses pengolahan bahan harus dilakukan secara higienis, berikut dengan alat – alat yang digunakan. Selain dilakukannya proses yang higienis, bahan pangan yang berpotensi terkontaminasi harus diuji terlebih dahulu sebelum sampai ke tangan konsumen. Bahan pangan yang berpotensi membawa penyakit dari bakteri Salmonella harus melalui serangkaian uji untuk memastikan bahwa produk tersebut aman dikonsumsi (Meggit, 2003).

Bakteri Salmonella dapat berasal dari mana saja, termasuk tangan manusia. Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi manusia untuk selalu mencuci tangan sebelum dan setelah makan. Tangan harus dicuci dengan menggunakan sabun dan dibilas dengan bersih dibawah air mengalir selama ± 10 derik. Bagian yang harus diperhatikan dalam mencuci tangan aadalah bagian dibawah kuku dan di sela – sela jari.

Kontrol suhu juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Salmonellosis. Makanan harus disimpan pada kondisi yang sesuai karena suhu yang tidak tepat dapat memungkinkan tumbuhnya bakteri Salmonella. Untuk produk pangan yang didinginkan, bahan makanan harus disimpan dibawah suhu 5°C. sedangkan untuk produk pangan yang dipanaskan atau hangat, harus disimpan pada suhu di atas 60°C. Dan bahan pangan yang dibekukan dan akan digunakan, biasanya akan melewati proses thawing. Thawing harus dilakukan dengan benar untuk dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme termasuk Salmonella. Thawing yang benar harus dilakukan pada suhu dibawah suhu beku, yaitu suhu refrigerator apabila bahan pangan tidak ingin cepat dikonsumsi. Apabila bahan pangan ingin cepat dikonsumsi, maka harus dilakukan thawing dalam microwave atau bahan langsung diolah sesegera mungkin. http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-pdfs/diseases-and-conditions/7190/doh-7190-ind.pdf

8.                  DAFTAR PUSTAKA

Adeline, H.L., Marianne, C., Sophie, L.B., Francoise, L., Isabelle, P., Sandra, R., Virginie, M., Philippe, F., Nicolas, R., (2009). Risk factors for Salmonella enterica subsp. Enterica contamination in 519 French laying hen flocks at the end of the laying period. France
Angulo, F. J., and D. L. Swerdlow, 1999. Epidemiology of human Salmonella enterica serovar Enteritidis infections in the United States. Pages 33–41 In : Salmonella enterica Serovar Enteritidis in Humans and Animals. A. M. Saeed, R. K. Gast, M. E. Potter, and P. G. Wall, ed. Iowa State University Press, Ames, IA
Bhunia A. 2008. Foodborne Microbial Pathogens. New York: Springer.
Cox, J., 2000. Salmonella (Introduction). Dalam Encyclopedia of Food Microbiology, Vol. 3. ROBINSON, R.K., C.A. BATT  and P.D. PATEL (Editors). Academic Press, San Diego.
D’Aoust, J.Y. (2000). Salmonella . In The Microbiological Safety and Quality of Food, Volume  II (eds. Lund, B.M., Baird-Parker, T.C., and G. W. Gould) Aspen Publishers, Inc,  Gaithersburg, Maryland, 1233-1299.
Dharmojono. 2001. Lima belas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia Populer. Jakarta.
Dinas Kesehatan Padang. 2008. Hasil pemeriksaan sampel makanan penyebab keracunan makanan pada karyawan setelah mengkonsumsi nasi bungkus karena Staphylococcus aureus. Laporan Hasil Pemeriksaan Laboratorium, 18 April.
Ferreira, A.J.P., C.S.A. Ferreira, T. Knobl, A.M. Moreno, M.R. Bacarro, M. Chen, M. Robach and G.C. Mead, 2003. Comparison of Three Commercial Competitive- Exclusion Products for Controlling Salmonella Colonization of Briolers in Brazil. J. Food Prot. 66:409-492. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Salmonella.html.2005. Endotoksin
Hugas, M., and E. Tsigarida. 2009. Pros and cons of carcass decontamination: the role of the European Food Safety Authority. Meat Sci. 78:43–52.
Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology 6th. Ed. Aspen Publisher, Inc. Maryland.
Lawley, R., Curtis, L., & Davis, J., 2008. The Food Safety Hazard Guidebook. Royal Society of Chemistry. London. UK
Masniari, P., Noor, S.M., Andriani. 2006. Kepekaan Isolat SalmonellaEntiritidis dan Salmonella Hadar yang Diisolasi dari Daging Ayam Terhadap Antibiotika. Bogor
Meggitt, C., 2003. Food Hygiene and Safety. Heinemann Educational Publishers. Oxford.
Moehario LH (2009) The molecular epidemiology of Salmonella Typhi across Indonesia reveals bacterial migration. J Infect Dev Ctries 3: 579–584. doi: 10.3855/jidc.548.
Mølbak, K., Olsen, J. E., & Wegener, H. C. (2006). Salmonella infections: chapter 3. In Riemann, H. P., & Cliver, D. O. (Eds.), Foodborne infections and intoxications. (pp. 57-136). Elsevier Science.
Norhana, M. N.W.; Poolec, S. E.; Deethah, C. & Dykesd, G. A. (2010). Prevalence, persistence and control of Salmonella and Listeria in shrimp and shrimp products. Food Control, 21:4, 343-361.
Omwandho COA, Kubota T. 2010. Salmonella enterica serovar Enteritidis: a mini-review of contamination routes and limitations to effective control. Jpn Agric Res Q 44(1):716.
Supardi, I., dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni, Bandung.
Suwito, W., 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu : Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Yogyakarta. http://ftp.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3293103.pdf (diakses pada tanggal 27 September 2013)
Zulaikhah, S. T. (2005). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pencemaran Mikroba Pada Jamu Gendong Di Kota Semarang. Magister Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Se

6 komentar:

  1. Kami : Cindy Elysia (11.70.0067), Sahnto Yanuar (11.70.0068) dan Tabita Oktaviani (11.70.0070) ingin bertanya pada kelompok 11 …
    Pada sub bab sumber kontaminan disebutkan bahwa Salmonella ditemukan pada produk coklat, sereal dan selai kacang.
    Pertanyaan kami adalah bagaimana mekanismenya sehingga Salmonella ditemukan pda sereal? Di mana kita tahu bahwa lingkungan pertumbuhan Salmonella memiliki kelembaban yang tinggi (0,94 - >0,99) yang berarti Aw nya juga tinggi, sedangkan sereal itu sendiri memiliki Aw yang rendah.

    Terima kasihhh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Poei, Laurensia Cindy 11.70.0041 (kelompok 11 "Salmonella" dengan Lia Oeinia 11.70.0039 dan Meilsa Yuke 11.70.0043) akan mencoba menjawab pertanyaan Saudari Tabita. Memang telah diketahui bahwa pertumbuhan optimal dari berbagai strain Salmonella adalah pada Aw 0,94-0.99. Namun menurut Ray (2001) dan Mattick et al (2000), bakteri Salmonella ini ternyata mampu bertahan hidup dan bisa mentoleransi diri dari kondisi lingkungan yang ekstrim seperti Aw yang rendah untuk jangka waktu yang lama. Beberapa jenis pangan kering yang sering terkontaminasi adalah sereal berupa snack jagung (corn flakes), susu bubuk, coklat, keripik kentang, parutan kelapa kering dan almond. Jika dilihat dari beberapa contoh diatas dapat dilihat bahwa umumnya pangan kering yang terkontaminasi oleh Salmonella adalah pangan yang memiliki kandungan sukrosa dan lemak yang cukup tinggi. Dengan tingginya kandungan sukrosa dan lemak tersebut maka ketahanan Salmonella pada produk ber-Aw rendah bisa meningkat. Hal ini bisa terjadi karena mikroba ini akan mentranspor/melakukan metabolism terhadap padatan yang ada pada produk (berupa sukrosa dan lemak) untuk mempertahankan diri dari plasmolisis dan mempertahankan turgor sel sehingga Salmonella dapat ditemukan pada produk ber-Aw rendah. Ketika Salmonella ditemukan pada produk ber-Aw rendah, Salmonella akan melepaskan cairan dari membrane sel-nya untuk menciptakan kondisi keseimbangan dengan produk yang ber-Aw rendah. Dan kehilangan cairan ini bisa menyebabkan terjadinya plasmolisis sehingga sel mati. Oleh karena itu, dengan tingginya kandungan sukrosa dan lemak pada produk ber-Aw rendah bisa meningkatkan resistensi Salmonella. Terimakasih.

      Hapus
  2. haiiii kelompok 11.. ada tambahan pertanyaan dari kelompok 17 nih :D

    Saya, Cindy (11.70.0067) dan kedua teman saya (Santo Yanuar 11.70.0068; Tabita 11.70.0070) ingin menanyakan pendapat kalian mengenai kebiasaan orang Indonesia yang suka mengkonsumsi telur ayam setengah matang bahkan telur ayam mentah. Menurut kelompok kalian, apakah ada kemungkinan besar Salmonellanya masih ada di dalam telur setengah matang yang dikonsumsi tersebut?

    Terima kasih :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Saya Poei, Laurensia Cindy 11.70.0041 akan mencoba menjawab pertanyaan Saudari Cindy Elysia. Menurut saya, dalam telur setengah matang kemungkinan besar masih mengandung Salmonella. Hal ini dikarenakan, telur setengah matang berarti belum sepenuhnya benar-benar matang, ada sebagian yang masih mentah. Dari bagian yang mentah ini, sangat mungkin berpotensi mengandung Salmonella karena selama proses pemasakan telur setengah matang, tidak mendapatkan pemanasan yang cukup tinggi untuk membunuh mikroba pathogen tersebut. Sehingga masih memungkinkan adanya Salmonella pada telur mentah dan telur setengah matang. Untuk telur yang matang, kecil kemungkinan mengandung Salmonella dikarenakan selama proses pemasakan, suhu pemanasan yang digunakan cukup tinggi (sekitar 70 derajat celcius- tidak terlalu tinggi untuk menghindari kerusakan protein) dan waktu pemanasan pun cukup lama untuk bisa menggumpalkan putih telur sehingga bisa memadat. Dengan suhu yang tinggi tersebut, bisa membunuh bakteri Salmonella ini dimana diketahui pula bahwa Salmonella dapat hidup pada rentang suhu 5,2 – 47 derajat Celcius. Selain itu, dalam ilmu gizi juga tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi telur mentah maupun telur setengah matang. Hal ini dikarenakan pada putih telur mentah (yang tidak mendapatkan pemanasan cukup) mengandung komponen antinutrisi seperti avidin yang dapat mengikat biotin yang diasup oleh tubuh dan ovoinhibitor yang dapat menghambat aktivitas enzim tripsin dan kemotripsin dalam tubuh. Terimakasih.

      Hapus
  3. terimakasih nih pembahasannya...

    http://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/

    BalasHapus