Jumat, 27 September 2013

CLOSTRIDIUM BOTULINUM (KELOMPOK 4)



CLOSTRIDIUM BOTULINUM
Disusun oleh :
Arief Budi D               11.70.0012
Melita Deviana            11.70.0013
Benedicta M.W.          11.70.0014

1.      Karakter Mikroba Patogen
Clostrium Botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, bakteri gram positif, membentuk spora bakteri yang menghasilkan neurotoksin (racun alami yang paling kuat) yang dapat menyebabkan penyakit botulisme. Spesies dari Clostrium Botulinum diketahui berada di makanan antara lain yaitu Clostridium butyricum dan Clostridium baratii.

Ada 2 jenis penyakit botulisme yaitu :
-          Botulisme klasik –disebabkan konsumsi makanan dari racun yang belum terbentuk di makanan.
-          Botulisme infant – terjadi pada bayi sering dikenal floppy baby syndrome, terjadi ketika C.botulinum tumbuh di usus bayi. Ciri – ciri dari floopy yaitu kelemahan otot. Jenis ini menginfeksi bayi di bawah usia 12 bulan. Botulisme tipe ini disebabkan karena konsumsi spora C. botulinum yang kemudian menghuni usus dan memproduksi racun dalam saluran usus bayi (intestinal toxemia botulism).
Ada 7 jenis Clostrium Botulinum (A – G) yang dikelompokkan berdasarkan racun yang diproduksi. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh strain ini. Perbedaan berdasarkan fisiologinya :
-          Grup I – proteolitik, mesofilik (tipe A, B dan F)
-          Grup II – nonproteolitik (tipe B, E dan F)

2.      Sumber Kontaminasi
Clostrium Botulinum banyak terdapat di alam yang sering ditemukan di tanah dan lingkungan laut di seluruh dunia dan dapat ditemukan juga di dalam usus hewan termasuk ikan. Frekuensi isolasi dan variasi jenis bervariasi dengan wilayah geografis. Tipe A mendominasi di AS Barat, Amerika Selatan dan Cina. Tipe B di AS Timur dan Eropa dan tipe E di daerah utara dan dalam lingkungan perairan beriklim sedang.

Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup dalam makanan
Clostrium Botulinum merupapakm anaerob obligat (hanya tumbuh tanpa oksigen), sehingga risiko dari patogen ini dapat ada pada produk yang dikemas tanpa oksigen antara lain makanan kaleng, botol atau produk kemasan yang modified atmosphere. Kondisi dalam produk yang dikemas dalam udara dapat anaerobic akan menjadi lingkungan pertumbuhan yang cocok untuk patogen. Dalam hal lain, grup I (proteolitik) dan grup II (nonproteolitik) berbeda secara signifikan dalam pertumbuhan dan karakteristik kelangsungan hidupnya.


Grup I
Grup II
Suhu Pertumbuhan


-          Minimum
10°C
3°C
-          Optimum
35 – 40 °C
18 - 25°C
-          Maksimal
45 – 50 °C
40 - 45°C
pH minimal u/ tumbuh
4.6
5
Maksimum Kons. Garam untuk menghambat
10%
3.5%
Maksimum Aw untuk menghambat
0.94
0.97
Suhu minimum untuk pertumbuhan Cl.butyricum dan Cl.baratii adalah 7-8°C dan Cl.butyricum memproduksi toksin pada 10-11°C. Spesies Clostridium mempunyai pH minimum untuk memproduksi racun botulinum pada pH 4.1 dan Cl.butyricum;
Cl.baratii dapat tumbuh pada aktivitas air minimum 0.95

            Resistensi Termal
            Sel vegetatif Clostrium Botulinum tidak terlalu tahan panas sehingga proses panas dirancang untuk menonaktifkan spora yang tahan panas dari patogennya. Yang paling tahan panas dari Clostrium Botulinum Grup I yaitu (D121°C – 21 menit). Akibatnya makanan yang akan disimpan disuhu 10°C atau di atasnya diberi perlakuan “botulinum cook” untuk menginaktifkan spora dari grup I. Biasanya dilakukan pada makanan botol / kaleng yang mempunyai pH >4.6. “Botulinum Cook” biasanya dilakukan pada suhu 121°C selama minimal 3 menit. Sedangkan grup II tidak begitu tahan panas daripada grup I. Pada makanan yang didinginkan Cl.botulinum dapat tumbuh (pH >4.9 dan Aw 0.96) sehingga diperlukan proses panas untuk menonaktifkan, yang biasanya terjadi pada akhir proses pada minimum 90°C selama 10 menit. Semua racun yang dihasilkan oleh Clostrium Botulinum dapat dinonaktifkan dengan pemanasan 80°C selama setidaknya 10 menit. Namun, racun lebih stabil panas pada pH yang rendah.

3.      Bahan Pangan yang sering terkontaminasi
Clostrium Botulinum ada pada berbagai macam makanan namun pada tingkat yang rendah. Pada survey yang dilakukan di ikan, daging dan madu ditemukan Clostrium Botulinum tipe E pada ikan salmon pasifik dan  Baltic herring. Tipe A dan B yang dapat diisolasi ada pada jumlah yang rendah pada daging babi, bacon dan sosis hati termasuk jamur. Clostrium Botulinum yang diisolasi pada madu ada pada tingkat rendah. Namun, jika ditemukan sebanyak 60 CFU/g harus dilaporkan karena 80 spora/g dari tipe A dan B ditemukan pada sampel madu terkait dengan kasus botulisme pada bayi. Makanan yang disimpan pada asam rendah (pH > 4,6) memungkinan pertumbuhan Clostrium Botulinum yang berpotensi menyebabkan botulisme kecuali pada pengolahan termal yang cukup untuk menonaktifkan spora.

4.      Gejala dan Penyakit
Toksin yang dihasilkan oleh botulinum adalah neurotoksin yang dapat menyebabkan kelumpuhan otot. Botulisme adalah bentuk paling berbahaya dari keracunan makanan dan bila tidak diobati segera, akan mengakibatkan kematian yang tinggi
(35-40%)
dan bila pengobatannya tepat dapat mengurangi tingkat kematian sampai di  bawah 10%.

Akibat Clostridium botulinum, biasanya akan timbulnya gejala dalam waktu 12-36 jam, dan masa sakit dapat berlangsung selama 4 jam hingga 8 hari. Gejala awal mungkin termasuk distensi perut, diare ringan dan muntah, sebelum gejala berkembang menjadi lebih parah seperti penglihatan yang kabur atau berganda, kekeringan pada mulut, kelesuan, kesulitan dalam berbicara, menelan dan bernapas. Kematian biasanya merupakan hasil dari kesulitan bernapas. Pada bayi di bawah satu tahun, gejala yang tibul antara lain sembelit, tidak nafsu makan, lesu, dan menangis tidak biasa serta adanya kehilangan kendali pada bagian kepala.

Penyakit yang ditimbulkan akibat Clostridium botulinum termasuk intoksikasi. Intoksikasi adalah penyakit yang disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang sebelumnya diproduksi oleh mikroba dalam makanan. Seperti yang kita ketahui, bahwa Clostridium botulinum menghasilkan neurotoksin, yaitu toksin yang bersifat meracuni saraf atau bersifat neurotoksik. Intoksikasi terjadi bila mikrobia tumbuh dalam makanan kemudian memproduksí zat racun (toksik) di dalamnya, dan  makanan tersebut dikonsumsi, maka toksin tersebut yang  menyebabkan keracunan. Keracunan (intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah termakannya racun yang dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang mengakibatkan pengaruh pada konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih cepat (3-12 jam) setelah memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan akibat organisme penyebab infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah ringan dan berak berak.

5.      Catatan Insiden / Outbreak
Kasus mengenai botulisme yang ditemukan di seluruh dunia yang mencerminkan tentang pola makan dan wabah yang terjadi di suatu daerah relatif jarang ditemukan. Rataan tertinggi mengenai kasus botulisme di dunia yang berasal dari laporan nasional terdapat di Negara Republik Georgia. Namun jika berbicara mengenai kejadian kasus botulisme, terdapat di Uni Eropa tepatnya di Negara Polandia, dimana resiko tertinggi berada pada makanan rumah yang diawetkan seperti pada makanan kaleng ataupun minuman botol yang dikonsumsi setiap harinya. Kasus botulisme di Amerika Serikat yang paling umum yaitu botulisme pada bayi. Makanan pada bayi yang dapat menyebabkan kasus botulisme pada bayi terdapat pada madu dan kemungkinan terbesar juga terdapat pada sirup glukosa. Botulisme bayi terjadi karena perkembangbiakan Clostridium botulinum di dalam sistem pencernaan yang berasal dari makanan atau minuman yang mengandung spora Clostridium botulinum. Ciri bayi yang menderita botulisme yaitu konstipasi (sembelit), lemas, tidak bisa menghisap atau menelan makanan.

Wabah botulisme yang terkenal di United Kingdom terkait dengan makanan yang diproduksi secara komersial banyak ditemukan di makanan seperti salmon kaleng dan hazelnut yang digunakan sebagai penyedap dalam produk seperti “Yoghurt” dan “Kentang Pasta”. Di tempat lainnya makanan yang dapat menyebabkan botulisme yaitu pada makanan seperti kentang panggang, salad kentang yang teerbuat dari kentang panggang, ikan asin, produk-produk sayur dan minyak ( bawang putih dan aubergines), brie dan keju mascarpone dan yang terakhir keju yang mengandung bawang merah dan ikan asap (panas dan dingin). Di Negara Thailand sendiri wabah besar yang terjadi terkait dengan piring yang berisi rebung dan diawetkan dan terjadi selama musim semi tahun 2006, yang mengakibatkan kurang lebih 143 orang yang sakit terkena efek ini walaupun tidak ada korban jiwa. Dan kasus terakhir yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2006, wabah yang terjadi diakibatkan karena adanya penyalahgunaan suhu pada produksi jus wortel.

6.      Pencegahan
Cara pencegahan dan penanggulangan kontaminasi oleh Clostridium botulinum dengan melihat efek yang diakibatkan, harus ada asumsi bahwa spora dapat terkandung pada semua makanan mentah, cara pencegahan untuk perkembangan spora dan produksi toksin dalam makan dapat diterapkan dengan cara proses thermal efektif dan dengan formulasi produk yang tepat, dimana setiap perubahan yang terjadi pada suatu proses dan formulasi produk harus teliti dan dibuat dengan menerapkan metode HACCP, dengan tujuan dapat mengontrol dan menghancurkan keberadaan Clostridium botulinum.
Penggunaan pengawet untuk mengendalikan pertumbuhan Clostridium botulinum efektif digunakan pada makanan. Contoh pengawet-pengawet yang digunakan sorbates, paraben, polyphosphates, fenolik antioksida, askorbat, EDTA, metabisulfit, n-monoalkil maleat dan fumarates. Cara pencegahan kontaminasi Clostridium botulinum juga dapat diterapkan selama proses penyimpanan, seperti pemilihan kemasan untuk produk makanan yang baik untuk mengurangi resiko dari  botulisme dan memasak makanan yang dikalengkan secara benar dan menghindari makanan kaleng jika kemasan kaleng sudah menggembung. Cara pencegahan kontaminasi yang lainnya dapat dilakukan proses sterilisasi secara kuat, dan pemberian pH asam ataupun konsentrasi garam karena  Clostridium botulinum ini sangat resisten terhadap panas, tahan pada suhu 100oC selama 3-5 jam, tetapi daya tahan ini akan berkurang pada pH asam atau konsentrasi garam.

Bagi industri yang memproduksi produk pangan yang kerat kaitannya dengan bakteri ini dapat melakukan sterilisasi dan penggunaan panas serta nitrit pada daging yang dipasteurisasi dan akan dikalengkan. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan yaitu dengan melakukan pengolahan produk pangan yang dikalengkan tersebut dengan cara direbus. Bakteri ini dapat menyerang produk pangan yang tidak disimpan dengan baik, oleh sebab itu harus dilakukan cara menyimpan produk pangan tersebut dengan baik seperti misalnya disimpan di dalam lemari pendingin. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.

7.      Daftar Pustaka

Buckle, F.A; R A Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.


Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI.

2 komentar:

  1. saya yuni rusiana nim 11.70.0055 kelompok 14 (Streptococci) bersama dengan Febby Ernita 11.70.0054 dan Setyo 11.70.0056.. Anda mengatakan bahwa C. botulinum tumbuh pada keadaan anaerob obligat dan banyak terdapat pada produk sosis. Yang sering saya temui, sosis di pasar swalayan melakukan pengemasan dengan metode pengemasan vakum. Lalu, menurut kelompok Anda apakah ada cara lain selain menggunakan nitrit untuk menghambat pertumbuhan C. botulinum di sosis? terimakasih

    BalasHapus
  2. terima kasih yuni untuk pertanyaannya, dari kelompok kami ingin mencoba menjawab, sebenarnya penggunaan nitrit untuk pengawetan pada sosis masih sulit untuk dihindari. tetapi dengan kombinasi pengawet yang lain bisa juga menghambat pertumbuhan C.botulinum di sosis yaitu garam, sodium phosphate, gula dan asam. Kadar air yang diperbolehkan maksimal 67%. Seperti yang tersebut di atas, garam dapat menghambat pertumbuhannya tetapi perlu diingat kadar garam maksimal yang diperbolehkan untuk grup I maks 10% dan untuk grup II maks 3,5%.

    BalasHapus