Kamis, 26 September 2013

PLESIOMONAS SHIGELLOIDES

Rency Gista A.    11.70.0031
Vania Eka C. A.    11.70.0032
Frisky Fediana    11.70.0034


KARAKTERISTIK
Plesiomonas shigelloides adalah bakteri kelompok non-spora yang membentuk  bacillus, gram negatif, oksidase positif, dan merupakan organisme fakultatif anaerob, yang tersebar meluas di air tawar. Pengkelasan bakteri P. shigelloides masih menjadi kontroversi. Bakteri P. shigelloides ini paling sering dikaitkan dengan dua penyakit menular, yaitu gastroenteritis dan bakteremia. Namun sering kali pada penderita diare, P. shigelloides dikaitkan dnegan penyakit disentri dan enteritis. Penyakit yang disebabkan P. shigelloides ini sering terjadi pada individu yang kembali dari perjalanan jauh atau setelah mengkonsumsi kerang (Arai, 1980 dan Medema, 1993).  Sebagian besar strain dapat mengubah habitat, karena keduanya memiliki lophotrichous dan peritrichous flagela (Inoue, 1991). P. shigelloides pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947 (Ferguson, 1947) dan menerima yang disetujui penamaan pada tahun 1962 (Habs, 1962). Ini adalah spesies jenis, dan hanya spesies, dari genus Plesiomonas. Dimana erat keterkaitannya dengan fenotip dalam genus Aeromonas, keduanya merupakan anggota dari famili Vibrionaceae

SUMBER & KONTAMINASI PADA BAHAN PANGAN
Air, kerang dan ikan merupakan sumber paling umum infeksi P. shigelloides pada manusia.  Strain P. shigelloides menunjukkan resistensi antibiotik terhadap penisilin karena produksi β-laktamase. Habitat alami utama P. shigelloides adalah air tawar bahkan pada penelitian juga dapat ditemukan di sungai, danau, kolam, dan sedimen di sejumlah negara (Tsukamoto, 1978).  Meskipun sebagian besar terisolasi pada iklim tropis, tetapi di Swedia ditemukan bahwa P. shigelloides terisolasi di iklim dingin (Krovacek, 2000). Pertumbuhan P. shigelloides di air tawar tergantung pada suhu (Schubert, 1993), ketersediaan hara, dan tingkat cemaran limbah (Medema, 1993).  Dalam penelitian, sebagian besar pertumbuhan strain P. shigelloides tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 8 - 10 ° C (Miller, 1986). Dalam kestabilan ekologi kolam, pertumbuhan terbesar P. shigelloides ditemukan dalam lumpur di dasar kolam (Tsukamoto, 1978), tetapi juga sangat tergantung pada air yang teroksigenasi dan toleran terhadap pH tinggi (Schubert, 1981).
Frekuensi isolasi P. shigelloides di berbagai spesies mencerminkan probabilitas paparan bakteri dalam habitat utamanya, air, dan frekuensi isolasi terbesar terdapat di ikan, reptil, dan mamalia (burung) (Bardon, 1999). Kemungkinan P. shigelloides terdapat pada bagian usus dari ikan air tawar yang normal, dan beberapa pada reptil dan amfibi. Spora P. shigelloides ditemukan dalam kotoran hewan, yang mungkin disebabkan setelah proses pencernaan ikan, air, dan air yang terkontaminasi makanan (Van Damme, 1984). 

GEJALA & PENYAKIT
Penyakit yang disebabkan oleh P. shigelloides biasanya adalah infeksi ekstraintestinal dan plesiomonas, dimana telah terbukti menyebabkan septikemia pada orang dewasa dan anak. Namun penyakit yang paling menjadi perhatian khusus adalah kasus sepsis neonatal dan meningitis pada bayi, yang ibunya telah terinfeksi P. shigelloides (Habs, 1962), dimana diketahui saat ketuban ibunya pecah. Angka kematian pada bayi melebihi 70%.

Gejala yang ditimbulkan oleh Plesiomonas shigelloides adalah diare, mual, muntah, demam, dan sakit perut. Gejala ini akan timbul selama 20-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Gejala ini bisa berlangsung hingga 7 hari. Infeksi akibat Plesiomonas shigelloides dapat ditangani dengan antibiotik. Namun kebanyakan, tidak membutuhkan penanganan medis (Wisconsin Division of Public Health).

"Diare traveler" merupakan infeksi P. shigelloides pada individu yang sedang traveling, dan dapat terjadi sepanjang tahun, sedangkan infeksi yang didapat secara lokal (telah ada di negara tersebut) cenderung bersifat musiman (Hug, 1993). Gejala yang berhubungan dengan infeksi gastrointestinal umumnya adalah diare, sakit perut, tenesmus, mual, kelelahan, menggigil, demam, sakit kepala dan muntah  (Hori, 1966). Sebagian besar terjadi di usus besar. Gejala mulai terlihat pada hari ke 1 - 9  (Miller, 1985) dan bentuk diare dapat bervariasi seperti berlendir, bahkan berdarah dan berair untuk yang sudah parah (Assad, 1995), apabila tidak diobati gejala ini terus berlangsung hingga hari ke 11 (Holmberg, 1986). Infeksi menjadi kronis dan bakteri dapat diisolasi  dari feses selama lebih dari dua bulan setelah infeksi (Rautelin, 1995). Beberapa kasus penyebab infeksi tidak diidentifikasi (Lee, 1996). Sebagian besar terlihat pada kelompok usia anak, terutama neonatus yang diduga mendapat infeksi perinatal daripada plasenta. Septicaemia dan meningitis umumnya terjadi bersama-sama pada neonatus (Fujita, 1994). Bahkan sering terjadi infeksi usus termasuk kolesistitis (Claesson, 1984), osteomyelitis (Ingram, 1987), abses pankreas (Kennedy, 1990) dan polyarthritis (Gupta, 1995). Sebagian besar infeksi pada manusia ditularkan melalui air. Infeksi tersebut berhubungan dengan kontaminasi yang disebabkan oleh limbah – limbah. Infeksi dapat diperoleh melalui air minum (Bhat, 1974), air rekreasi, atau dengan mengkonsumsi makanan yang telah dibilas dengan air yang terkontaminasi (Greenless, 1998).   Ikan, kerang-kerangan, dan crustacean merupakan sumber infeksi oleh P. shigelloides. Sotong, mackerel, tiram, dan kerang juga dapat menyebabkan infeksi oleh bakteri yang sama (Claesson, 1984). Berdasarkan penelitian, P. shigelloides tidak dapat hidup pada suhu 5˚C, dan akan mati dengan pasteurisasi 60˚C selama 30 menit (Miller, 1986). Oleh sebab itu, pemasakan yang memadai dan penyimpanan suhu dingin dapat mengurangi resiko infeksi oleh P. shigelloides (Jagger, 2000).



P. shigelloides dapat menyebabkan infeksi luka, keracunan darah, dan gastroenteritis, karena bakteri ini ditemukan pada penderita diare. Di Amerika, bakteri ini mucul akibat konsumsi kerang mentah (Kirov, 1997).  P. shigelloides adalah bakteri yang banyak ditemukan di perairan, baik air tawar maupun air laut. Oleh karena itu, kasus penyakit akibat bakteri ini disebabkan karena mengkonsumsi ikan atau makanan hasil laut lainnya. Pada umumnya, P. shigelloides  tidak dapat hidup pada suhu di bawah 8˚C (Krovacek et al¸2000). Oleh sebab itu, pencegahan terhadap P. shigelloides dapat dilakukan dengan menyimpan produk hasil laut pada suhu rendah.
Ikan dan kerang-kerangan merupakan habitat alami P. shigelloides, yaitu sebagai reservoir/ penyimpanan kedua. Dari hasil penelitian, P. shigelloides pada ikan jauh lebih tinggi dibandingkan pada mamalia. Sebanyak 59% P. shigelloides ditemukan pada ikan air tawar di Zaire, dan 10,2% pada ikan air tawar di Jepang. P. shigelloides sebagai patogen bagi manusia sudah diketahui sejak 1947.  Banyak kasus diare akibat P. shigelloides terjadi di negara tropis dan subtropis, termasuk Bangladesh, India, Malaysia, Taiwan, dan Thailand. Namun ada juga kasus yang terjadi di negara bersuhu dingin seperti Amerika, Kuba, Kanada, dan Finlandia. Hal ini dipercaya akibat bepergian dari negara tropis, yang membawa bakteri tersebut. Gejala yang timbul dari infeksi gastrointestinal oleh kontaminasi P. shigelloides adalah diare, sakit perut, mual, merinding, demam, sakit kepala, muntah-muntah, dan kelesuan (Jagger, 2000).

Outbreaks dan Penanganan
Kasus penyakit  gastroenteritis akut akibat Plesiomonas shigelloides terjadi pada Maret 1989 di Jepang. Penyakit ini menyerang di daerah Toyota, Jepang. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini adalah diare, muntah-muntah, mual, dan sakit perut. Gejala-gejala ini diperkirakan diakibatkan karena SRSV (Small Round Structured Viruses) yang mengontaminasi makan siang di sekolah. Sebelumnya, kasus seperti ini telah terjadi di Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang. Gejala timbul dari air (minum, berenang) dan makanan (kerang, bahan salad). Spesimen SRSV yang diteliti adalah Salmonella, Escherichia coli, Yersinia enterolitica, Vibrio parahaemolyticus, V. cholera non O1, V. mimicus, V. fluvialis, Clostridium perfringens, Bacillus cereus, Aeromonas hydrophila, A. sobria, Plesiomonas shigelloides, Shigella, Campylobacter jejuni/coli, dan Staphylococcus aureus.

Air minum dan makanan yang disajikan di sekolah di Toyota, Jepang menjadi hal yang dicurigai sebagai penyebab.  Air yang digunakan di sekolah tersebut adalah dari sistem air milik pemerintah, dan residu klorinnya antara 0,1-0,7 ppm. Dari hasil penelitian, air bukanlah penyebab penyakit tersebut karena penduduk sekitar juga mengkonsumsi air yang sama, namun tidak terjangkit. Menu makanan yang disajikan di sekolah tersebut adalah nasi, sayur rebus dengan saus kacang, ikan goreng, pudding, dan susu. Sayur rebus dengan saus kacang menjadi penyebab penyakit ini. Karena 1 dari 48 orang pengurus makanan sekolah ini dilaporkan mengalami gastrointestinal sebelumnya. Ia mengalami gejala muntah-muntah dan diare, serta diikuti dengan demam (38˚C).
Air, makanan, aerosol, dan kontak manusia dapat menjadi rute penularan SRSV. Hal ini dibuktikan dari terjangkitnya murid-murid dan guru-guru di Toyota, Jepang akibat makanan. Dan penularan ini disebabkan karena seorang pengurus makanan yang sudah terjangkit gastroenteritis sebelum ia mempersiapkan makanan untuk murid dan guru di sekolah tersebut. Dalam kasus keracunan makanan akibat P. shigelloides (SRSV), makanan yang menjadi penyebab adalah kerang-kerangan, dan makanan mentah seperti salad, produk bakery, dan ham.
(Kobayashi et al , 1991)

Contoh lain insiden yang terjadi akibat Plesiomonas shigelloides adalah gastroenteritis yang terjadi pada seorang wanita di Singapura. Bakteri ini jarang menginfeksi manusia, namun menginfeksi inangnya yang berupa produk hasil laut. Oleh karena itu, gastroenteritis dapat timbul akibat manusia mengkonsumsi seafood mentah. Seorang wanita di Singapura mengalami diare, demam, dan kram perut yang parah. Hal ini terjadi karena ia mengkonsumsi bubur dengan ikan yang tidak matang (undercooked).  Dengan pengobatan menggunakan ceftriaxone 1 g tiap hari selama 2 hari, ciprofloxacin 500 mg 2 kali sehari selama 2 hari, dan 2 liter hidrasi intravenous per hari menggunakan pengganti potassium selama 4 hari, wanita ini dinyatakan sembuh (Anil, 2009).

Ada beberapa kasus penjangkitan P. shigelloides di Jepang, China, dan Kamerun. Biasanya, penanganan khusus pada diare akibat P. shigelloides tidak dibutuhkan, namun terapi antimicrobial dapat berguna apabila gejala diare parah terjadi pada anak-anak atau lansia. Kebanyakan P. shigelloides rentan terhadap cephalosporin, quinolone, dan trimethoprim-sulfamethoxazole. Resiko terkena penyakit akibat bakteri ini dapat dikurangi dengan mengurangi konsumsi kerang mentah atau kurang matang (terutama selama musim panas) (Anil, 2009).

Infeksi akibat P. shigelloides dapat terjadi melalui air minum, kontak dengan air (berenang), atau mengkonsumsi makanan yang dicuci menggunakan air yang telah terkontaminasi. Kasus penjangkitan dari air minum yang terkontaminasi, dilaporkan telah terjadi di Jepang pada 978 orang. Ada kasus di Amerika yang terjadi akibat berenang di sungai Missisippi. P. shigelloides juga menyebabkan diare pada orang yang melakukan kegiatan rekreasi di air laut. Air sumur yang tidak diberi perlakuan dengan klorin juga mengontaminasi 56 orang di Livingston Country, USA. Kasus lain yang tidak biasa adalah gastroenteritis akibat P. shigelloides yang terjadi pada seorang bayi di Missouri, USA yang mandi di bathub (Jagger, 2000)
P. shigelloides rentan terhadap quinolone, kloramfenikol, tetrasilin, co-trimoxazole, aminoglikosida, imipenem, dan cephalosporin (ceftazidime, cefotaxime, dan ceftriaxone). Kebanyakan bakteri ini resisten terhadap b-lactamase dan ampicilin (Wong, 2000)

DAFTAR PUSTAKA
·           (eds) Food Microbiology. Fundamentals and Frontiers. ASM Press, Washington DC, USA. pp. 265-287.
·           Anil, S.A. 2009. Severe Plesiomonas shigelloides Gastroenteritis in a Young Healthy Patient. Crit Care & Shock (2009) 12:120-122
·           Arai T, Ikejima N, Itoh T, Sakai S, Shimada T, Sakazaki R. A survey of Plesiomonas shigelloides from aquatic environments, domestic animals, pets and humans. J Hyg (Lond) 1980;84(2):203-211.
·           Assaad M, Soweid MD, Clarkston WK. Plesiomonas shigelloides: an unusual cause of diarrhea. Am J Gastroenterol 1995; 90: 2235-2236.
·           Bardon J. Plesiomonas shigelloides and its serovars in animals in the Czech Republic—region Moravia. Cent Eur J Public Health 1999;7(1):47-49.
·           Bhat P, Shanthakumari S, Rajan D. The characterization and significance of Plesiomonas shigelloides and Aeromonas hydrophila isolated from an epidemic of diarrhoea. Ind J Med Res 1974;62:1051-1060.
·           Claesson BEB, Holmund DEW, Lindhagen CA et al. Plesiomonas shigelloides in acute cholecystitis: A case report. J Clin Microbiol 1984; 20: 985.
·           Ferguson WW, Henderson ND. Description of strain C27; A motile organism with the major antigen of Shigella sonnei phase 1. Journal of Bacteriology 1947;54:179-181.
·           Fujita K, Shirai M, Ishioka T, Kakuya F. Neonatal Plesiomonas shigelloides septicaemia and meningitis: A case and
·           Greenlees KJ, Machado J, Bell T, Sundlof SF. Food borne pathogens of cultured aquatic species. Vet Clin North Am Food Anim Pract 1998; 14(1): 101-112.
·           Gupta S. Migratory polyarthritis associated with Plesiomonas shigelloides infection, Scand J Rheumatol 1995; 24: 323-325.
·           Habs H, Schubert RHW. Uber die biochemischen Merkmale und die taxonomische Stellung von Pseudomonas shigelloides (Bader). Zentralbl Bakteriol I Abt Orig 1962;186:316-327.
·           Holmberg SD, Wachsmuth IK, Hickman-Brenner FW, Blake PA, Farmer JJ 3d. Plesiomonas enteric infections in the United States. Ann Intern Med 1986;105(5):690-694.
·           Hori M, Hayashi K. Food poisoning caused by Aeromonas shigelloides with an antigen common to Shigella dysenteriae. Journal of the Japanese Association of Infectious Disease 1966;39:433-441.
·           Huq MI, Islam MR. Microbiological and clinical studies in diarrhoea due to Plesiomonas shigelloides. Indian J Med Res 1983; 77: 793-797.
·           Ingram CW, Morrison AJ Jr, Levitz RE. Gastroenteritis, sepsis and osteomyelitis caused by Plesiomonas shigelloides in an immunocompetent host: Case report and review of the literature. J Clin Microbiol 1987; 25: 1791.
·           Inoue K, Kosako Y, Susuki K, Shimada T. Peritrichous flagellation in Plesiomonas shigelloides strains. Jpn J Med Sci Biol 1991; 44: 141-146.
·       Jagger, Tim. D. 2000. Plesiomonas shigelloides: a veterinary perspective. Infect Dis Rev 2000, 2(4):199-210
·           J. Michael Janda, Sharon L. Abbott. (1993).Expression of Hemolytic Activity by Plesiomonas Shigelloides. Journal Of Clinical Microbiology, May 1993, P. 1206-1208
·           Kennedy CA, Goetz MB, Mathison GE. Postoperative pancreatic abscess due to Plesiomonas shigelloides. Rev Infect Dis 1990; 12: 813.
·           Kirov, S.M. 1997. Aermonas and Plesiomonas species. In: Doyle, M., L.R. Beuchat & T.J. Montville
·      Kobayashi. S, T. Morishita, T. Yamashita, K. Sakae, O. Nishio, T. Miyake, Y. Ishihara, and S. Isomura. 1991. A large outbreak of gastroenteritis associated with a small round structured virus among schoolchildren and teachers in Japan. Epidemiol Infect (1991) 107, 81-86. Great Britain.
·           Krovacek K, Eriksson LM, Gonzalez-Rey C, Rosinsky J, Ciznar I. Isolation, biochemical and serological characterisation of Plesiomonas shigelloides from freshwater in northern Europe. Comp Immun Microbiol Infect Dis 2000; 23: 45-51.
·           Krovacek, K., L.M. Eriksson, C. Gonzalez-Rey, J. Rosinksy & I. Ciznar 2000. Isolation, biochemical and serological characterization of Plesiomonas shigelloides from freshwater in Northern Europe. Comparative Immunology Microbiology and Infectious Diseases 23, 45-51.
·           Lee ACW, Yuen KY, Ha SY, Chiu DCK, Lau YL. Plesiomonas shigelloides septicaemia: Case report and literature review. Pediatric hematology and oncology 1996; 13: 265-269.
·           Medema G, Schets C. Occurrence of Plesiomonas shigelloides in surface water; relationship with faecal pollution and trophic state. Zbl Hyg 1993; 194: 398-404.
·           Miller ML, Koburger JA. Plesiomonas shigelloides: an opportunist food and waterborne pathogen. J Food Prot 1985;48(5):449-457.
·           Miller ML, Koburger JA. Tolerance of Plesiomonas shigelloides to pH, sodium chloride and temperature. J Food Prot 1986; 49: 877-879.
·           Rautelin H, Sivonen A, Kuikka A et al. Enteric Plesiomonas shigelloides infections in Finnish patients. Scand J Infect Dis 1995; 27: 495
·           review. Acta Paediatrica Japonica 1994; 36: 450-452.
·           Schubert R, Pelz E. The occurrence of Plesiomonas shigelloides in the water and mud of ponds. Hyg Med 1993; 18: 148-152.
·           Schubert RHW. On the ecology of Plesiomonas shigelloides. Zentralbl Bakteriol Hyg I Abt Orig A. 1981;172: 528-533.
·           Tim D Jagger. (2000).Plesiomonas Shigelloides - A Veterinary Perspective. Infect Dis Rev 2000;2(4):199-210.
·           Tsukamoto T, Kinoshita Y, Shimada T, Sakazaki R. Two epidemics of diarrhoeal disease possibly caused by Plesiomonas shigelloides. J Hyg Camb 1978; 80:275-280.
·           Van Damme LR, Vandepitte J. Isolation of Edwardsiella tarda and Plesiomonas shigelloides from mammals and birds in Zaire. Rev Elev Med vet Pays trop 1984;37(2):145- 151.
·     Wisconsin Division of Public Health. (__). Plesiomonas shigelloides: disease fact sheet series. The Division of Public Health, Bureau of Communicable Disease , Communicable Disease Epidemology Section

·      Wong. TY, HY Tsui, MK So, JY Lai, ST Lai, CWS Tse, TK Ng. 2000. Plesiomonas shigelloides infection in Hong Kong: retrospective study of 167 laboratory-confirmed cases. HKMJ 2000;6:375-80

2 komentar:

  1. Saya Elisabeth Tiffany (11.70.0037) bersama Yoceline Natalia (11.70.0036) dan Gracia Carolina (11.70.0038) kelompok 10 mau bertanya...
    Di atas disebutkan bahwa sumber kontaminasi P. shigelloides berasal dari ikan atau hasil laut. Bagaimana cara kalian mengetahui bahwa ikan atau hasil laut telah terkontaminasi P. shigelloides ? Apa indikasi bahwa ikan atau hasil laut tersebut telah terkontaminasi P. shigelloides ?
    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Rency Gista (11.70.0031) bersama Vania Eka (11.70.0032) dan Frisky Fediana (11.70.0034) kelompok 9 akan menjawab pertanyaan diatas..
      untuk mengetahui bahan pangan tsb mengandung kontaminan P. shigelloides tidak bisa terlihat secara fisik. namun hanya bisa terlihat ketika manusia sudah mengkonsumsi makanan yg mengandung bakteri tsb. jadi penyakit yang ditimbulkan merupakan infeksi. gejala yang terlihat juga hampir sama dengan gejala keracunan pada umumnya seperti mual, muntah, diare, demam dan sakit perut. Gejala ini akan timbul selama 20-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Gejala ini bisa berlangsung hingga 7 hari. Infeksi akibat Plesiomonas shigelloides dapat ditangani dengan antibiotik. karena gejala yang ditimbulkan sama, oleh karena itu untuk mengetahui apakah penyakit itu disebabkan oleh P. shigelloides dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.
      terima kasih..

      Hapus