Jumat, 27 September 2013

BACILLUS SPECIES

Bacillus cereus

KELOMPOK 2
Nadiro Anggawa Brana      10.70.0141
Nerissa Arviana Santoso   11.70.0002
Lydia Novita                11.70.0004


1.    Karakter Mikroorganisme
Kelompok Bacillus merupakan bakteri berbentuk batang (basil), tergolong dalam bakteri gram positif, umumnya tumbuh pada medium yang mengandung oksigen (bersifat aerobik) sehingga dikenal pula dengan istilah aerobic sporeformers. Kebanyakan anggota genus Bacillus dapat membentuk endospora yang dibentuk secara intraseluler sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu anggota genus Bacillus memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan yang berubah-ubah [2]


2.    Sumber Kontaminasi
Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah). 


3.    Bahan Pangan yang Sering Terkontaminasi
Spesies Bacillus sering ditemukan pada makanan mentah dan yang belum diproses. Beberapa bahan pangan yang kerap terkontaminasi adalah produk sereal, puding, saus, custards, dan meat loaf. Bakteri ini umum ditemukan di tanah, namun bisa ditemukan di bahan pangan seperti produk susu, beras, sereal dan produk turunannya, makanan kering, bumbu, telur, sayur (salad), dan bahkan daging [3]. Campuran makanan seperti saus, pudding, sup, casserole (sejenis makanan yang dimasak dalam wadah tertutup di atas api kecil), pastry, dan salad sering dicurigai sebagai penyebab dalam kasus-kasus keracunan makanan.


4.    Penyakit yang Ditimbulkan
Jenis penyakit yang ditimbulkan akibat pertumbuhan Bacillus sp. adalah intoksikasi. Hal ini disebabkan karena bakteri ini mampu menghasilkan toksin sebelum dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh. Sehingga toksin dapat dihasilkan ketika bakteri terkandung pada makanan, maka menyebabkan makanan yang terkontaminasi tersebut mengandung toksin yang dihasilkan oleh Bacillus sp. Intoksikasi biasanya memiliki waktu inkubasi yang lebih pendek dibandingkan infeksi, karena racun telah terbentuk dan ada pada makanan.  Salah satu jenis Bacillus sp. adalah Bacillus cereus, bakteri ini dapat memproduksi toksin selama pertumbuhannya. Dari toksin yang dihasilkan terdapat dua jenis keracunan makanan yaitu emetic /vomiting tipe dan tipe diarrhoeal. Kedua jenis keracunan makanan ini dapat terjadi apabila bakteri yang tumbuh telah mencapai populasi yang banyak >105 CFU/g sebelum toksin yang diproduksi dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Emetic type
Pada keracunan makanan dengan tipe emetic disebabkan karena adanya pre-formed ­–oksin yang disebut cereulide pada makanan. Pada B. cereus tidak perlu ikut termakan untuk menyebabkan keracunan, karena bakteri ini mampu menghasilkan toksin yang dapat mengkontaminasi makanan. Sehingga walaupun tidak terdapat bakteri pada makanan, namun apabila terdapat toksin yang dihasilkan oleh B.cereus keracunan makanan tetap dapat terjadi. Jenis intoksikasi ini dapat terjadi dengan cepat sekitar 0,5 hingga 6 jam, ditandai dengan gejala mual, muntah-muntah, kram pada perut, dan diare.
Diarrhoeal type
Pada keracunan makanan tipe ini disebabkan karena pembentukan dan pelepasan dari enterotoksin pada usus halus, walaupun enterotoksin dapat terbentuk juga sebelum masuk ke dalam tubuh (dihasilkan oleh bakteri ketika ada di makanan). Keracunan jenis ini dapat terjadi dengan waktu inkubasi 6 hingga 24 jam. Gejala yang timbul antara lain diare (berair) , kram dan nyeri pada perut, mual dan muntah sesekali [2]. 


5.    Gejala yang Muncul
Gejala utama yang ditimbulkan adalah rasa mual, kram perut, diare (berair), dan muntah – muntah [1]. Makanan yang terkontaminasi biasanya akan menimbulkan reaksi emetik (muntah) dan diare. Ini diakibatkan emetic toxin dan enterotoxins yang dihasilkan oleh bakteri dan sporanya selama pengolahan [3].
Tipe penyebab diare (diarrheal form) atau Long Incubation
Setelah dimakan, bakteri akan menghasilkan senyawa toksik dalam usus. racun ini yang akan menyebabkan diare, kram, dan kadang mual – mual, namun tidak sampai muntah. Gejala mulai muncul setelah 6-15 jam.
Tipe penyebab muntah (emetic form) atau Short Incubation
Bakteri ini menghasilkan racun yang berbeda pada bahan pangan, biasanya pada nasi dan makanan berpati lain; menyebabkan rasa mual dan muntah – muntah yang muncul setelah 1/2 -6 jam. Gejala – gejala ini biasanya akan hilang setelah sehari (24 jam) [5]. 


6.    Catatan Kasus/ Outbreak
Salah satu studi kasus mengenai keracunan makanan dapat dilihat dari  jurnal yang dituliskan oleh Naranjo, Maria et al., (2011) [4] mengenai penelitiannya terhadap kasus meninggalnya seorang pemuda pria akibat keracunan makanan yang telah mengandung toksin dari Bacillus cereus. Kasus meninggalnya seorang pemuda pria berusia 20 tahun karena intoksikasi B. cereus ini terjadi di Brussels, Belgium pada tanggal 1 Oktober 2008. Pria ini mulai merasa kesakitan setelah mengkonsumsi spagetti dengan saus tomat yang telah dimasak 5 hari sebelumnya dan ditinggalkan pada suhu ruangan dapur. 30 menit setelah dia mengkonsumsi makanan ini, dia merasakan pusing, mual, dan sakit pada bagian perutnya. Setelah itu pria ini muntah-muntah dalam waktu beberapa jam dan hingga tengah malam dia telah mengalami diare berair. Namun, pria ini tidak mengkonsumsi obat apapun, dia hanya meminum air. Pada pukul 4 subuh dia dinyatakan telah meninggal. Apabila diperkirakan, pria ini meninggal 10 jam setelah mengkonsumsi makanan ini. Berdasarkan pada uji terhadap sampel tinja yang diambil, ditemukan adanya Bacillus cereus yang tumbuh pada MYP agar. Dan ketika diperiksa pasta serta saus tomat yang dikonsumsi ditemukan juga Bacillus cereus dalam jumlah yang cukup banyak yaitu 9,5 x 107 CFU/g. Pada pasta juga dilakukan uji untuk mengetahui toksin yang dihasilkan oleh B.cereus dan ternyata ditemukan toksin pada pasta meliputi enterotoxin, cytotoxin, dan hemolysin.

Berdasarkan pada kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa keracunan makanan oleh Bacillus sp. cukup menakutkan dan dapat terjadi pada makanan yang berpati tinggi serta makanan yang telah dimasak dan didiamkan dalam jangka waktu lama. Jenis penyakit yang disebabkan bakteri ini adalah intoksikasi karena konsumen keracunan makanan akibat dari toksin yang mencemari makanan yang dikonsumsi [4].


7.    Cara Menanggulangi
Produk makanan yang berpotensi dengan pertumbuhan Bacillus sp. apabila pH atau Aw dari produk sesuai dengan lingkungan pertumbuhan bakteri. Produk pangan yang beresiko akan pertumbuhan Bacillus sp. adalah untuk produk pangan yang direhidrasi seperti infant formula dan soup instant (soup mixes). Cara menghindari atau mengurangi resiko pencemaran oleh Bacillus sp. adalah dengan menjaga peraltan yang digunakan tetap besih.  Kemudian proses pengolahan yang digunakan lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri apabila digunakan suhu tinggi (suhu sterilisisasi). Sterilisasi dapat merusak spora pada Bacillus sp. Untuk produk yang direfrigerasi, proses pemanasan haruslah direncanakan sehingga produk pangan akan mencapai suhu pengolahan dengan cepat dan dapat didinginkan dengan cepat. 

Beberapa cara dapat dilakukan untuk menekan jumlah B. cereus pada bahan pangan. Sebelum mengkonsumsi suatu makanan, sebaiknya dilakukan pemanasan. Ambil makanan sesuai kebutuhan (misal 1 porsi), kemudian panaskan hingga suhu 65oC atau lebih. Selain itu, biasakan juga mempraktikan higienitas di mana pun kita berada. Jangan lupa menyiapkan makanan serta memprosesnya dengan memperhatikan kebersihan/ sanitasi. Jika ada makanan sisa, panaskan pada suhu hingga 71,1oC [1]Selain itu, pencegahan dapat dilakukan dengan menyimpan bahan pangan pada suhu 40oF atau lebih rendah [5].



REFERENSI
[1]Frazier, William C. & Dennis C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. McGraw-Hill Book Company.
[2]Lawley, Richard; Laurie Curtis; & Judy Davis. (2008). The Food Safety Hazard Guidebook. RSC Publishing.
[3]Lesley, M. B.; Velnetti, L.; Yousr, A. N.; Kasing, A.; & Samuel, L. (2013). Presence of Bacillus cereus s.1. from Ready-to-Eat  Cereals (RTE) Products in Sarawak. International Food Research Journal 20(2): 1031-1034 (2013).
[4]Naranjo, M. et al., (2011). Sudden Death of a Young Adult Associated with Bacillus cereus Food Poisoning. Journal of Clinical Microbiology.  Scientific Institute of Public Health. Brussels, Belgium.
[5]US FDA. (2012). Bacillus cereus and other Bacillus spp. In: Handbook of Food Borne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins, 2nd Edition. U.S. Food and Drug Administration. Center for food safety and applied nutrition.

3 komentar:

  1. Saya Ong Benny Irawan (11.70.0017) dari kelompok 5 Clostridium perfringens bersama dengan Vonny Veronica (11.70.0018) dan T.Crestella Meryl Soenarta (11.70.0020) ingin bertanya beberapa hal.
    Telah dijelaskan di atas bahwa jenis penyakit yang ditimbulkan akibat pertumbuhan Bacillus cereus adalah intoksikasi dimana bakteri ini mampu menghasilkan toksin sebelum dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh. Kemudian yang ingin saya tanyakan adalah treatment apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi toksik yang sudah terlanjur dihasilkan?? Apakah treatment yang dilakukan sama dengan treatment untuk menanggulangi Bacillus cereus?? Mohon dijelaskan??
    Terima kasih :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih pertanyaannya.
      Kami kelompok 2 [Nadiro (10.70.0141), Nerissa (11.70.0002), Lydia (11.70.0004)] akan mencoba menjawab.
      Jika maksudnya toksik sudah terlanjur dihasilkan dalam pencernaan kita, tentu kita akan merasa mual, muntah, dan sering buang air. Menurut kami, pertama yang sebaiknya segera minum air hangat kurang lebih 1 liter untuk "menguras lambung". Setelah itu, minum obat yang mengandung karbon aktif untuk menyerap racun dalam pencernaan.
      Selain itu, sebaiknya segera minum oralit (atau larutan garam) jika sudah terlalu sering buang air, karena dehidrasi juga bisa berbahaya.
      Tapi jika yang dimaksud adalah toksik pada makanan, kita bisa menginaktifkan toksin itu dengan cara pemanasan, misal memanaskan makanan selama beberapa menit sebelum dimakan. untuk lebih detailnya lagi, bisa membaca e-book Food Safety Hazard Guidebook (yang ditulis Lawley et al.) pada halaman 18 (atau halaman 29 pada pdf) bagian Control Options.
      Terima kasih.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus