TUGAS KEAMANAN PANGAN – BELAJAR MANDIRI
Protozoa – Entamoeba
Disusun oleh :
Veronika Christa 11.70.0115
Maria Liem
Yellie 11.70.0118
Jessica Octavin 11.70.0119
1.
Karakter Entamoeba
Entamoeba merupakan protozoa yang mempunyai
sel tunggal dan termasuk dalam sub-filum Sarcodina. Amoeba
ini memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri
morfologi berukuran 10-60 μm, sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit
(penanda penting untuk diagnosisnya), mempunyai
satu buah inti entamoeba, bergerak progresif
dengan alat gerak ektoplasma yang lebar yaitu pseudopodia. Klasifikasi
entamoeba adalah sebagai berikut:
Kingdom : Eukaryota
Filum : Amoebozoa
Kelas :
Archamoebae
Ordo : Amoebida
Genus : Entamoeba
Spesies : Entamoeba
histolytica
Entamoeba memerlukan inang untuk berkembang biak, parasit ini
terkenal sebagai penyebab penyakit gastrointestinal pada manusia terutama di
negara berkembang. Kista Entamoeba
histolytica memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
1. Bentuk memadat mendekati bulat, ukuran 10-20 μm
2. Kista matang memiliki 4 buah inti entamoba tidak dijumpai lagi
eritrosit di dalam sitoplasma
3. Kista yang belum matang memiliki glikogen (chromatoidal bodies)
berbentuk seperti cerutu, namun biasanya menghilang setelah kista matang.
Dalam peralihan bentuk trofozoit menjadi
kista, ektoplasma memendek dan di dalam sitoplasma tidak dijumpai lagi
eritrosit. Bentuk ini dikenal dengan istilah prekista (dulu disebut minuta).
Bentuk prekista dari Entamoeba histolytica sangat mirip dengan Bentuk trofozoit
dari Entamoeba coli, spesies lainnya dari amoeba usus.
2.
Sumber Kontaminasi
Entamoeba tidak secara langsung terdapat pada makanan
tetapi dapat mengkontaminasi makanan lewat inangnya yang cocok dengan kondisi
hidupnya. Beberapa potensi sumber kontaminasi entamoeba pada makanan adalah
melalui air yang terinfeksi Entamoeba digunakan untuk irigasi, mencuci atau
memasak bahan makanan. Selain itu sumber kontaminasi lainnya adalah lalat dan
kecoa yang hinggap pada makanan dan membawa
bibit-bibit Entamoeba. Kemudian penggunaan pupuk tinja juga berpotensi
menginfeksi bahan makanan yang berasal dari pertanian. Hal ini disebabkan tinja
atau feses manusia yang terkontaminasi Entamoeba akan mengandung kista yang
dapat berpindah ke bahan mentah.
3.
Bahan Pangan Yang Sering Terkontaminasi
Sumber pangan yang rentan terkontaminasi oleh Entamoeba
adalah bahan pangan mentah. Hal ini
dikarenakan sifat Entamoeba yang tidak tahan panas. Beberapa kasus ditemukan
bahwa Entamoeba ditemukan di sayur dan buah-buahan. Selain itu juga dapat
terdapat pada susu sapi dan hewan ternak lainnya. Proses kontaminasinya berasal
dari konsumsi rumput atau bahan pangan lain yang terinfeksi Entamoeba sehingga
kista tersebut akan berkembang dalam darah hewan ternak dan menginfeksi susu
yang dikeluarkannya. Oleh sebab itu proses pencucian dengan air bersih serta
pemasakan seperti pasteurisasi sangat diperlukan untuk menghindari kontaminasi
Entamoeba dalam makanan.
Di Amerika Serikat, patogen yang menjadi perhatian utama pada buah
dan sayuran adalah Salmonella, Shigella, Entamoeba
histolytica, dan Ascaris spp. Kontaminasi mikroba pada sayuran bisa berasal
dari penyemprotan atau pengairan dengan air yang terkontaminasi Salmonella dan
pemupukan dengan kotoran hewan, sehingga pada sayuran seperti selada ditemukan
Salmonella (Lund et al. 2000). Menurut Sapers (2001), kontaminasi mikroba
patogen pada produk pertanian terjadi pada beberapa titik, mulai dari tahap
produksi, panen, pengepakan, pengolahan, distribusi hingga pemasaran.
4.
Gejala Kontaminasi Entamoeba
5.
Amebiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica, amebiasis usus
ditandai dengan fase akut atau kronik. Amoebiasis adalah penyebab yang umum
dari diare kronik maupun diare akut. Pengertian dari diare akut sendiri yaitu
diare yang menetap lebih dari 3-5 hari yang disertai nyeri perut, kram perut,
demam tidak begitu tinggi, nyeri pada waktu buang air besar, dan feses berupa
darah disertai lendir. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlangsung
lebih dari tiga minggu. Penanganan diare kronik bersifat lebih kompleks dan
menyeluruh dibandingkan diare akut dan mengahruskan rujukan kepada dokter ahli,
penderita juga dapat mengalami konsipasi (T. Declan Wash, 1997).
Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimtomatis). Penderita
kronis mungkin memiliki toleransi terhadap parasit, sehingga tidak menderita
gejala penyakit lagi. Dari hal ini berkembang istilah symptomless carrier.
Gejala dapat bervariasi, mulai dari rasa tidak enak di perut (abdominal
discomfort) hingga diare. Gejala yang khas adalah sindroma disentri, yakni
kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan berdarah
disertai tenesmus. Pada beberapa
kasus ditemukan bahwa dalam feses manusia normal terdapat trotofozoit Entamoeba hystolitica, hal ini menunjukkan bahwa tidak semua penderita
amebiasis menimbulkan gejala klinis. Penyebab utama
disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni,
Escherichia coli, dan Entamoeba
histolytica .
Entamoeba hystolitica dapat menyebabkan diare amoeba, karena
Entamoeba hystolitica bersifat patogen. Diare yang disebabkan oleh Entamoeba
hystolitica adalah diare yang disertai darah dan lendir, dapat terjadi hingga
10 kali/hari. Pada kasus-kasus berat, gejala dapat timbul mendadak berupa diare
berat (lebih dari 10 kali/hari), demam dan dehidrasi (Lynne S. Garcia, 1996).
Sifat-sifat yang khas pada diare amoeba adalah:
- Volume tinja pada setiapkali buang air besar lebih banyak.
- Bau feses yang menyengat.
- Warna feses umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak bercampur dengan feses.
(Soedarto, 1990)
Faktor yang menentukan invasi amoeba adalah jumlah amoeba yang ada,
kemampuan patogenik parasit, keadaan tuan rumah (seperti kekebalan, lingkungan,
tingkah laku, dan keadaan lain) (Jawetz,1991). Apabila seseorang yang
menderita disentri amoeba sembuh dari penyakitnya, maka amoeba akan bertukar
bentuk menjadi kista. Kista ini akan keluar bersama feses dan dapat hidup terus menerus
karena tahan terhadap lingkungan sekitar. Lalat dapat menjadi media penularan
bagi penyakit amoebiasis karena lalat sering hinggap dari kotoran dan berpindah
kemakanan yang kemudian akan menyebabkan kontaminasi (Depkes RI, Jakarta,
1991).
Pada tabel dibawah ini disajikan makanan-makanan yang dapat menjadi pembawa virus, protozoa dan parazit serta metode pengontrolan.
6.
Penyakit yang ditimbulkan
Penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi entamoeba merupakan infeksi parasit, dimana infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke
dalam tubuh seseorang atau hewan. Infeksi
sering terjadi karena mengkonsumsi daging mentah atau pemasakan daging yang
tidak memadai. Kista
dari protozoa tersebut akan mati apabila dipanaskan sampai suhu di atas 70oC.
Pada suhu -20oC selama 3 hari protozoa tersebut juga akan mati
(Unterman, 1998).
Jenis protozoa yang
sering mengkontaminasi makanan adalah Entamoeba
histolytica, Giardia lambia dan Cryptosporidium parvum. Air minum dan
beberapa jenis hewan merupakan pembawa dan sumber infeksi pada
manusia. Untuk menghindari terjadinya infeksi protozoa patogen maka perlu
dilakukan tindakan pencegahan kontaminasi ke dalam makanan. Perlu diperhatikan
bahwa proses klorinasi pada air minum tidak menginaktifkan kista dari E. Histolytica
dan G. Lambia, juga tidak menginaktifkan ookista dari Cryptosporidia.
7.
Catatan Insiden
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan
diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga
dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa
rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat
peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit
(Hendarwanto, 1996).
Di negara maju
diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara
berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan
99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO
memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas
3-4 juta pertahun.
Bila angka itu diterapkan
di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per
tahun. Dari
laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di
Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 %
pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella,
Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica.
Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat
juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli (
EIEC).
Hasil Penelitian yang dilakukan Loehoeri dan Hantyanto di bangsal
penyakit Dalam RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta (1990 -1995) didapatkan 74 kasus
diare akut. Isolasi kuman diperoleh pada 26 (35,16%) spesimen, terdiri dari 7
(26,92%) isolat tunggal dan 19 (73,10%) isolat campuran, Isolat terbanyak
dengan prevalensi kuman penyebab semakin berkurang adalah: E.coli (35%),
Klebsiella sp (15%), Pseudomonas sp ( 10%), Entamoeba histolytica (8%), Enterobacter sp (7,5%),
Proteus sp (5%) dan 2,5% untuk Bacillus sp, Citrobacter sp,
Salmonella enterica serovar Typhi (paratyphi B), Staphylococcus
aureus dan Streptococcus sp (Loehori, 1998). Gambaran klinis diare
akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan muntah, demam, hematosechia,
berak-berak, nyeri perut sampai kram (Triadmodjo, 1993).
8.
Pencegahan Kontaminasi Entamoeba
Pencegahan:
1. Sanitasi
lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
sangat mendukung terjangkitnya diare. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung
akan menyebabkan penyebaran penyakit secara terus menerus. Diare merupakan
penyakit yang salah satunya disebabkan oleh infeksi entamoeba histolytica yang
biasanya sering mengkontaminasi selokan, saluran air, makanan, dan lain-lain
(Jan tambayong, 2000).
2. Hygiene
perorangan
Kebiasaan hidup
yang selalu memperhatikan kebersihan diri sangatlah penting, seperti; mencuci
tangan setelah beraktivitas atau sebelum makan, memakai alas kaki, memotong
kuku, serta ganti pakaian. Kebersihan tersebut juga meliputi memasak air minum
sampai mendidih, mencuci sayuran sebelum dikonsumsi, serta menutup rapat
makanan agar terhindar dari kontaminasi. Perlu juga dilakukan pemberantasan
lalat da kecoa yang dapat mengkontaminasi (Hoobs B, Roberts,1993)
3. Densifeksi
kotoran dan muntahan penderita (Depkes RI, 1991).
REFERENSI
Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Rekam Medis / Medical Record Rumah Sakit. Jakarta : DEPKES RI.
Hendarwanto. Diare akut Karena
Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;(1996). 451-57.
Hoobs B, Roberts D. Food
poisoning and food hygiene, 6th ed. London, Edward Arnold,1993.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3672/1/fkm-albiner3.pdf (diakses 27 September 2013, 15:30)
http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf (diakses 27 September 2013, 15:30)
Jawetz M; Adelberg’s. (1991). Mikrobiologi
Kedokteran. edisi 23. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
Lund, B.M., T.C.
Baird-Parker, and G.W. Gould. 2000. The Microbial Safety and Quality of Food.
Vol. II. Aspen Publ. Inc., Gathesburg, Maryland.
Sapers, G.M. 2001. Efficacy of washing and sanitizing methods for
disinfection of fresh fruit and vegetable products. Food Technol. Biotechnol.
39(4): 305- 311.
Sehgal, D; Bhattacharya, A; dan
Bhattacharya S. (1996). Pathogenesis of Infection by Entamoeba histolytica. J. Biosci., Vol. 21,
Number 3, May 1996, pp 423-432. India.
Soedarto, 1990. Protozoologi Kedokteran. Cetakan
I. Widya Medika, Jakarta.
T. Declan Wash, (1997), Kapita
Selekta Penyakit dan Tempi, EGC, Jakarta, 200-. 334
Triadmodjo. Pola Kuman Penyebab Diare Akut Pada Neonatus dan
Anak. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran. 1993.
Untermann, F. 1998. Microbial hazard in food. Food Control. 9(2-3): 119-126
Saya Raymundus Pito Winarjati 11.70.0095 bersama dengan kelompok saya yaitu Cinthya Danastri 11.70.0093 dan Paulina Gandhes 11.70.0096 ingin bertanya. Pada kelompok ini menjabarkan tentang Entamoeba yang termasuk protozoa. masalah yang bisa terjadi pada manusia adalah masalah gastrointestinal pada manusia maupun hewan, sama dengan kelompok kami yang menjelaskan tentang Norovirus. dimana Norovirus juga menginfeksi gastrointestinal pada manusia. menurut kelompok anda, manakah yang lebih berbahaya antara Entamoeba dan Norovirus? Mengapa?
BalasHapusTerimakasih Pito untuk pertanyaannya, saya Veronika Christa 11.70.0115 dan kelompok saya yaitu Maria Liemyelie 11.70.0118 dan Jessica Octavin 11.70.0119 akan mencoba menjawab. Menurut kami, keduanya sama-sama berbahaya mengingat keduanya dapat menimbulkan gangguan/ masalah gastrointestinal. Akan tetapi, seperti yang kelompok anda jelaskan mengenai Norovirus, bahwa dampak/penyakit yang ditumbulkan Norovirus dapat dikatakan ringan. Sedangkan pada entamoeba dapat menyebabkan diare mulai dari diare ringan hingga kronik, sesuai beberapa faktor yang sudah dijelaskan. Selain itu, entamoeba lebih sering dijumpai, seperti yang disampaikan dalam sebuah penelitian bahwa hampir dalam semua feses manusia maupun hewan terdapat entamoeba dengan jumlah yang beragam. Sehingga kemungkinan makanan untuk terkontaminasi protozoa ini cukup tinggi. Sekian penjelasan kami, semoga bermanfaat. terimakasih
BalasHapus