Bacillus cereus
KELOMPOK
2
Nadiro
Anggawa Brana 10.70.0141
Nerissa
Arviana Santoso 11.70.0002
Lydia
Novita 11.70.0004
1. Karakter Mikroorganisme
Kelompok Bacillus merupakan bakteri berbentuk
batang (basil), tergolong dalam bakteri gram positif, umumnya tumbuh
pada medium yang mengandung oksigen (bersifat aerobik) sehingga dikenal pula
dengan istilah aerobic sporeformers. Kebanyakan anggota genus Bacillus
dapat membentuk endospora yang dibentuk secara intraseluler sebagai respon
terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Oleh karena itu anggota
genus Bacillus memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi
lingkungan yang berubah-ubah [2].
2. Sumber Kontaminasi
Keracunan akan
timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau
bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi
dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang
telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus
cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan
berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan
muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul
rendah).
3. Bahan Pangan yang Sering Terkontaminasi
Spesies Bacillus sering ditemukan pada makanan mentah dan yang belum
diproses. Beberapa bahan pangan yang kerap terkontaminasi adalah produk sereal,
puding, saus, custards, dan meat loaf. Bakteri ini umum ditemukan di
tanah, namun bisa ditemukan di bahan pangan seperti produk susu, beras, sereal
dan produk turunannya, makanan kering, bumbu, telur, sayur (salad), dan bahkan
daging [3]. Campuran makanan seperti
saus, pudding, sup, casserole (sejenis makanan yang dimasak dalam wadah
tertutup di atas api kecil), pastry,
dan salad sering dicurigai sebagai penyebab dalam kasus-kasus keracunan
makanan.
4. Penyakit yang Ditimbulkan
Jenis
penyakit yang ditimbulkan akibat pertumbuhan Bacillus sp. adalah intoksikasi. Hal ini disebabkan karena bakteri
ini mampu menghasilkan toksin sebelum dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh.
Sehingga toksin dapat dihasilkan ketika bakteri terkandung pada makanan, maka
menyebabkan makanan yang terkontaminasi tersebut mengandung toksin yang
dihasilkan oleh Bacillus sp. Intoksikasi
biasanya memiliki waktu inkubasi yang lebih pendek dibandingkan infeksi, karena
racun telah terbentuk dan ada pada makanan.
Salah satu jenis Bacillus sp.
adalah Bacillus cereus, bakteri ini dapat
memproduksi toksin selama pertumbuhannya. Dari toksin yang dihasilkan terdapat
dua jenis keracunan makanan yaitu emetic /vomiting tipe dan tipe diarrhoeal. Kedua
jenis keracunan makanan ini dapat terjadi apabila bakteri yang tumbuh telah
mencapai populasi yang banyak >105 CFU/g sebelum toksin yang
diproduksi dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Emetic
type
Pada keracunan makanan dengan tipe
emetic disebabkan karena adanya pre-formed
–oksin yang disebut cereulide
pada makanan. Pada B. cereus tidak perlu
ikut termakan untuk menyebabkan keracunan, karena bakteri ini mampu
menghasilkan toksin yang dapat mengkontaminasi makanan. Sehingga walaupun tidak
terdapat bakteri pada makanan, namun apabila terdapat toksin yang dihasilkan
oleh B.cereus keracunan makanan tetap
dapat terjadi. Jenis intoksikasi ini dapat terjadi dengan cepat sekitar 0,5
hingga 6 jam, ditandai dengan gejala mual, muntah-muntah, kram pada perut, dan
diare.
Diarrhoeal
type
Pada keracunan makanan tipe ini
disebabkan karena pembentukan dan pelepasan dari enterotoksin pada usus halus,
walaupun enterotoksin dapat terbentuk juga sebelum masuk ke dalam tubuh
(dihasilkan oleh bakteri ketika ada di makanan). Keracunan jenis ini dapat
terjadi dengan waktu inkubasi 6 hingga 24 jam. Gejala yang timbul antara lain
diare (berair) , kram dan nyeri pada perut, mual dan muntah sesekali [2].
5. Gejala yang Muncul
Gejala utama yang ditimbulkan adalah rasa
mual, kram perut, diare (berair), dan muntah – muntah [1]. Makanan yang terkontaminasi biasanya akan menimbulkan reaksi emetik
(muntah) dan diare. Ini diakibatkan emetic
toxin dan enterotoxins yang
dihasilkan oleh bakteri dan sporanya selama pengolahan [3].
Tipe penyebab diare (diarrheal form) atau Long Incubation
Setelah dimakan, bakteri akan menghasilkan senyawa toksik dalam usus. racun ini yang akan menyebabkan diare, kram, dan kadang mual – mual, namun tidak sampai
muntah. Gejala mulai muncul setelah 6-15 jam.
Tipe penyebab muntah (emetic form) atau Short Incubation
Bakteri ini menghasilkan racun yang berbeda pada bahan pangan, biasanya pada
nasi dan makanan berpati lain; menyebabkan rasa mual dan muntah – muntah yang
muncul setelah 1/2 -6 jam. Gejala – gejala ini biasanya
akan hilang setelah sehari (24 jam) [5].
6. Catatan Kasus/ Outbreak
Salah satu studi kasus mengenai keracunan makanan dapat dilihat
dari jurnal yang dituliskan oleh Naranjo, Maria et al., (2011) [4] mengenai penelitiannya terhadap
kasus meninggalnya seorang pemuda pria akibat keracunan makanan yang telah
mengandung toksin dari Bacillus cereus. Kasus meninggalnya seorang pemuda pria berusia 20 tahun
karena intoksikasi B. cereus ini terjadi di
Brussels, Belgium pada tanggal 1 Oktober 2008. Pria ini mulai merasa kesakitan
setelah mengkonsumsi spagetti dengan saus tomat yang telah dimasak 5 hari sebelumnya dan
ditinggalkan pada suhu ruangan dapur. 30 menit setelah dia mengkonsumsi makanan
ini, dia merasakan pusing, mual, dan sakit pada bagian perutnya. Setelah itu
pria ini muntah-muntah dalam waktu beberapa jam dan hingga tengah malam dia
telah mengalami diare berair. Namun, pria ini tidak mengkonsumsi obat apapun,
dia hanya meminum air. Pada pukul 4 subuh dia dinyatakan telah meninggal.
Apabila diperkirakan, pria ini meninggal 10 jam setelah mengkonsumsi makanan
ini. Berdasarkan pada uji terhadap sampel tinja yang diambil, ditemukan adanya Bacillus cereus yang tumbuh pada
MYP agar. Dan ketika diperiksa pasta serta saus tomat yang dikonsumsi ditemukan
juga Bacillus cereus dalam
jumlah yang cukup banyak yaitu 9,5 x 107 CFU/g. Pada pasta juga dilakukan uji untuk mengetahui
toksin yang dihasilkan oleh B.cereus dan
ternyata ditemukan toksin pada pasta meliputi enterotoxin, cytotoxin, dan
hemolysin.
Berdasarkan
pada kasus tersebut, maka dapat dilihat bahwa keracunan makanan oleh Bacillus
sp. cukup menakutkan dan dapat terjadi pada makanan yang berpati
tinggi serta makanan yang telah dimasak dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
Jenis penyakit yang disebabkan bakteri ini adalah intoksikasi karena konsumen
keracunan makanan akibat dari toksin yang mencemari makanan yang dikonsumsi
[4].
7. Cara Menanggulangi
Produk
makanan yang berpotensi dengan pertumbuhan Bacillus
sp. apabila pH atau Aw dari produk sesuai dengan lingkungan pertumbuhan
bakteri. Produk pangan yang beresiko akan pertumbuhan Bacillus sp. adalah untuk produk pangan yang direhidrasi seperti infant formula dan soup instant (soup mixes). Cara menghindari atau
mengurangi resiko pencemaran oleh Bacillus
sp. adalah dengan menjaga peraltan yang digunakan tetap besih. Kemudian proses pengolahan yang digunakan
lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri apabila digunakan suhu tinggi
(suhu sterilisisasi). Sterilisasi dapat merusak spora pada Bacillus sp. Untuk produk yang direfrigerasi, proses pemanasan
haruslah direncanakan sehingga produk pangan akan mencapai suhu pengolahan
dengan cepat dan dapat didinginkan dengan cepat.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk menekan jumlah B. cereus pada bahan pangan. Sebelum
mengkonsumsi suatu makanan, sebaiknya dilakukan pemanasan. Ambil makanan sesuai
kebutuhan (misal 1 porsi), kemudian panaskan hingga suhu 65oC atau lebih. Selain itu, biasakan juga
mempraktikan higienitas di mana pun kita berada. Jangan lupa menyiapkan makanan
serta memprosesnya dengan memperhatikan kebersihan/ sanitasi. Jika ada makanan
sisa, panaskan pada suhu hingga 71,1oC [1]. Selain itu, pencegahan dapat dilakukan dengan menyimpan bahan
pangan pada suhu 40oF atau lebih rendah [5].
REFERENSI
[1]Frazier,
William C. & Dennis C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. McGraw-Hill
Book Company.
[2]Lawley,
Richard; Laurie Curtis; & Judy Davis. (2008). The Food Safety Hazard
Guidebook. RSC Publishing.
[3]Lesley,
M. B.; Velnetti, L.; Yousr, A. N.; Kasing, A.; & Samuel, L. (2013).
Presence of Bacillus cereus s.1. from
Ready-to-Eat Cereals (RTE) Products in
Sarawak. International Food Research Journal 20(2): 1031-1034 (2013).
[4]Naranjo, M. et al., (2011). Sudden Death
of a Young Adult Associated with Bacillus cereus Food Poisoning. Journal of
Clinical Microbiology. Scientific
Institute of Public Health. Brussels, Belgium.
[5]US FDA. (2012). Bacillus cereus and other Bacillus spp.
In: Handbook of Food Borne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins, 2nd
Edition. U.S. Food and Drug Administration. Center for food safety and
applied nutrition.
Saya Ong Benny Irawan (11.70.0017) dari kelompok 5 Clostridium perfringens bersama dengan Vonny Veronica (11.70.0018) dan T.Crestella Meryl Soenarta (11.70.0020) ingin bertanya beberapa hal.
BalasHapusTelah dijelaskan di atas bahwa jenis penyakit yang ditimbulkan akibat pertumbuhan Bacillus cereus adalah intoksikasi dimana bakteri ini mampu menghasilkan toksin sebelum dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh. Kemudian yang ingin saya tanyakan adalah treatment apa yang harus dilakukan untuk menanggulangi toksik yang sudah terlanjur dihasilkan?? Apakah treatment yang dilakukan sama dengan treatment untuk menanggulangi Bacillus cereus?? Mohon dijelaskan??
Terima kasih :v
Terima kasih pertanyaannya.
HapusKami kelompok 2 [Nadiro (10.70.0141), Nerissa (11.70.0002), Lydia (11.70.0004)] akan mencoba menjawab.
Jika maksudnya toksik sudah terlanjur dihasilkan dalam pencernaan kita, tentu kita akan merasa mual, muntah, dan sering buang air. Menurut kami, pertama yang sebaiknya segera minum air hangat kurang lebih 1 liter untuk "menguras lambung". Setelah itu, minum obat yang mengandung karbon aktif untuk menyerap racun dalam pencernaan.
Selain itu, sebaiknya segera minum oralit (atau larutan garam) jika sudah terlalu sering buang air, karena dehidrasi juga bisa berbahaya.
Tapi jika yang dimaksud adalah toksik pada makanan, kita bisa menginaktifkan toksin itu dengan cara pemanasan, misal memanaskan makanan selama beberapa menit sebelum dimakan. untuk lebih detailnya lagi, bisa membaca e-book Food Safety Hazard Guidebook (yang ditulis Lawley et al.) pada halaman 18 (atau halaman 29 pada pdf) bagian Control Options.
Terima kasih.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus