CLOSTRIDIUM BOTULINUM
Disusun oleh :
Arief Budi D 11.70.0012
Melita Deviana 11.70.0013
Benedicta M.W. 11.70.0014
1. Karakter Mikroba Patogen
Clostrium Botulinum merupakan
bakteri berbentuk batang, bakteri gram positif, membentuk spora bakteri yang menghasilkan
neurotoksin (racun alami yang paling kuat) yang dapat menyebabkan penyakit
botulisme. Spesies dari Clostrium
Botulinum diketahui berada di makanan antara lain yaitu Clostridium butyricum dan Clostridium baratii.
Ada
2 jenis penyakit botulisme yaitu :
-
Botulisme klasik –disebabkan konsumsi
makanan dari racun yang belum terbentuk di makanan.
-
Botulisme infant – terjadi pada bayi
sering dikenal floppy baby syndrome, terjadi
ketika C.botulinum tumbuh di usus
bayi. Ciri – ciri dari floopy yaitu
kelemahan otot. Jenis ini menginfeksi bayi di bawah usia 12 bulan. Botulisme
tipe ini disebabkan karena konsumsi spora C. botulinum yang kemudian menghuni
usus dan memproduksi racun dalam saluran usus bayi (intestinal toxemia botulism).
Ada
7 jenis Clostrium Botulinum (A – G)
yang dikelompokkan berdasarkan racun yang diproduksi. Tipe A, B, E, dan F dapat
menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar
botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah unggas liar
dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun tipe G telah
diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan
oleh strain ini. Perbedaan berdasarkan fisiologinya :
-
Grup I – proteolitik, mesofilik (tipe A,
B dan F)
-
Grup II – nonproteolitik (tipe B, E dan
F)
2. Sumber Kontaminasi
Clostrium Botulinum banyak
terdapat di alam yang sering ditemukan di tanah dan lingkungan laut di seluruh
dunia dan dapat ditemukan juga di dalam usus hewan termasuk ikan. Frekuensi
isolasi dan variasi jenis bervariasi dengan wilayah geografis. Tipe A
mendominasi di AS Barat, Amerika Selatan dan Cina. Tipe B di AS Timur dan Eropa
dan tipe E di daerah utara dan dalam lingkungan perairan beriklim sedang.
Pertumbuhan
dan Kelangsungan Hidup dalam makanan
Clostrium Botulinum merupapakm
anaerob obligat (hanya tumbuh tanpa oksigen), sehingga risiko dari patogen ini
dapat ada pada produk yang dikemas tanpa oksigen antara lain makanan kaleng,
botol atau produk kemasan yang modified
atmosphere. Kondisi dalam produk yang dikemas dalam udara dapat anaerobic
akan menjadi lingkungan pertumbuhan yang cocok untuk patogen. Dalam hal lain,
grup I (proteolitik) dan grup II (nonproteolitik) berbeda secara signifikan
dalam pertumbuhan dan karakteristik kelangsungan hidupnya.
|
Grup I
|
Grup II
|
Suhu
Pertumbuhan
|
|
|
-
Minimum
|
10°C
|
3°C
|
-
Optimum
|
35 – 40 °C
|
18 - 25°C
|
-
Maksimal
|
45 – 50 °C
|
40 - 45°C
|
pH
minimal u/ tumbuh
|
4.6
|
5
|
Maksimum
Kons. Garam untuk menghambat
|
10%
|
3.5%
|
Maksimum
Aw untuk menghambat
|
0.94
|
0.97
|
Suhu minimum
untuk pertumbuhan Cl.butyricum dan Cl.baratii adalah 7-8°C dan Cl.butyricum memproduksi toksin pada
10-11°C. Spesies Clostridium mempunyai
pH minimum untuk memproduksi racun botulinum pada pH 4.1 dan Cl.butyricum;
Cl.baratii dapat
tumbuh pada aktivitas air minimum 0.95
Resistensi
Termal
Sel
vegetatif Clostrium Botulinum tidak
terlalu tahan panas sehingga proses panas dirancang untuk menonaktifkan spora
yang tahan panas dari patogennya. Yang paling tahan panas dari Clostrium Botulinum Grup I yaitu (D121°C
– 21 menit). Akibatnya makanan yang akan disimpan disuhu 10°C atau di
atasnya diberi perlakuan “botulinum cook” untuk menginaktifkan spora dari grup
I. Biasanya dilakukan pada makanan botol / kaleng yang mempunyai pH >4.6.
“Botulinum Cook” biasanya dilakukan pada suhu 121°C selama minimal 3 menit.
Sedangkan grup II tidak begitu tahan panas daripada grup I. Pada makanan yang
didinginkan Cl.botulinum dapat tumbuh
(pH >4.9 dan Aw 0.96) sehingga diperlukan proses panas untuk
menonaktifkan, yang biasanya terjadi pada akhir proses pada minimum 90°C selama
10 menit. Semua racun yang dihasilkan oleh Clostrium
Botulinum dapat dinonaktifkan dengan pemanasan 80°C selama setidaknya 10
menit. Namun, racun lebih stabil panas pada pH yang rendah.
3. Bahan Pangan yang sering
terkontaminasi
Clostrium Botulinum ada
pada berbagai macam makanan namun pada tingkat yang rendah. Pada survey yang
dilakukan di ikan, daging dan madu ditemukan Clostrium Botulinum tipe E pada ikan salmon pasifik dan Baltic
herring. Tipe A dan B yang dapat diisolasi ada pada jumlah yang rendah pada
daging babi, bacon dan sosis hati
termasuk jamur. Clostrium Botulinum yang
diisolasi pada madu ada pada tingkat rendah. Namun, jika ditemukan sebanyak 60
CFU/g harus dilaporkan karena 80 spora/g dari tipe A dan B ditemukan pada
sampel madu terkait dengan kasus botulisme pada bayi. Makanan yang disimpan
pada asam rendah (pH > 4,6) memungkinan pertumbuhan Clostrium Botulinum yang berpotensi menyebabkan botulisme kecuali
pada pengolahan termal yang cukup untuk menonaktifkan spora.
4. Gejala dan Penyakit
Toksin yang dihasilkan oleh botulinum adalah neurotoksin yang dapat
menyebabkan kelumpuhan otot. Botulisme
adalah bentuk paling berbahaya dari keracunan makanan dan bila tidak diobati segera, akan mengakibatkan kematian
yang tinggi
(35-40%) dan bila pengobatannya tepat dapat mengurangi tingkat kematian sampai di bawah 10%.
(35-40%) dan bila pengobatannya tepat dapat mengurangi tingkat kematian sampai di bawah 10%.
Akibat Clostridium botulinum, biasanya akan timbulnya gejala dalam
waktu 12-36 jam,
dan masa sakit dapat
berlangsung selama 4 jam hingga 8 hari. Gejala awal mungkin termasuk distensi perut, diare
ringan dan
muntah, sebelum gejala berkembang menjadi lebih parah seperti
penglihatan yang kabur atau berganda, kekeringan pada
mulut, kelesuan,
kesulitan dalam berbicara, menelan
dan bernapas. Kematian biasanya
merupakan hasil dari kesulitan bernapas. Pada bayi di bawah satu
tahun, gejala yang tibul antara lain
sembelit, tidak nafsu
makan, lesu, dan menangis tidak biasa serta
adanya kehilangan
kendali pada bagian kepala.
Penyakit
yang ditimbulkan akibat Clostridium
botulinum termasuk intoksikasi. Intoksikasi adalah penyakit yang
disebabkan karena tertelannya toksin dalam makanan yang sebelumnya diproduksi
oleh mikroba dalam makanan. Seperti yang kita ketahui, bahwa Clostridium botulinum
menghasilkan neurotoksin, yaitu toksin yang bersifat meracuni saraf atau
bersifat neurotoksik. Intoksikasi terjadi bila mikrobia tumbuh dalam makanan
kemudian memproduksí zat racun (toksik) di dalamnya, dan makanan tersebut
dikonsumsi, maka toksin tersebut yang menyebabkan keracunan. Keracunan
(intoksikasi) pada konsumen: dalam hal ini adalah termakannya racun yang
dihasilkan lebih dulu oleh pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan yang
mengakibatkan pengaruh pada konsumen. Gejala gejala umumnya terlihat lebih
cepat (3-12 jam) setelah memakan bahan pangan tersebut dibandingkan dengan
akibat organisme penyebab infeksi, dan ditandai oleh sering kali muntah muntah
ringan dan berak berak.
5.
Catatan
Insiden / Outbreak
Kasus mengenai botulisme yang ditemukan di seluruh dunia
yang mencerminkan tentang pola makan dan wabah yang terjadi di suatu daerah
relatif jarang ditemukan. Rataan tertinggi mengenai kasus botulisme di dunia
yang berasal dari laporan nasional terdapat di Negara Republik Georgia. Namun
jika berbicara mengenai kejadian kasus botulisme, terdapat di Uni Eropa
tepatnya di Negara Polandia, dimana resiko tertinggi berada pada makanan rumah
yang diawetkan seperti pada makanan kaleng ataupun minuman botol yang
dikonsumsi setiap harinya. Kasus botulisme di Amerika Serikat yang paling umum
yaitu botulisme pada bayi. Makanan pada bayi yang dapat menyebabkan kasus
botulisme pada bayi terdapat pada madu dan kemungkinan terbesar juga terdapat
pada sirup glukosa. Botulisme bayi terjadi karena
perkembangbiakan Clostridium botulinum di dalam sistem pencernaan yang
berasal dari makanan atau minuman yang mengandung spora Clostridium
botulinum. Ciri bayi yang menderita botulisme yaitu konstipasi (sembelit),
lemas, tidak bisa menghisap atau menelan makanan.
Wabah botulisme yang terkenal di United Kingdom terkait
dengan makanan yang diproduksi secara komersial banyak ditemukan di makanan
seperti salmon kaleng dan hazelnut yang digunakan sebagai penyedap dalam produk
seperti “Yoghurt” dan “Kentang Pasta”. Di tempat lainnya makanan yang dapat
menyebabkan botulisme yaitu pada makanan seperti kentang panggang, salad
kentang yang teerbuat dari kentang panggang, ikan asin, produk-produk sayur dan
minyak ( bawang putih dan aubergines), brie dan keju mascarpone dan yang
terakhir keju yang mengandung bawang merah dan ikan asap (panas dan dingin). Di
Negara Thailand sendiri wabah besar yang terjadi terkait dengan piring yang
berisi rebung dan diawetkan dan terjadi selama musim semi tahun 2006, yang
mengakibatkan kurang lebih 143 orang yang sakit terkena efek ini walaupun tidak
ada korban jiwa. Dan kasus terakhir yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun
2006, wabah yang terjadi diakibatkan karena adanya penyalahgunaan suhu pada
produksi jus wortel.
6.
Pencegahan
Cara pencegahan
dan penanggulangan kontaminasi oleh Clostridium
botulinum dengan melihat efek yang diakibatkan, harus ada asumsi bahwa
spora dapat terkandung pada semua makanan mentah, cara pencegahan untuk
perkembangan spora dan produksi toksin dalam makan dapat diterapkan dengan cara
proses thermal efektif dan dengan formulasi produk yang tepat, dimana setiap
perubahan yang terjadi pada suatu proses dan formulasi produk harus teliti dan
dibuat dengan menerapkan metode HACCP, dengan tujuan dapat mengontrol dan
menghancurkan keberadaan Clostridium
botulinum.
Penggunaan
pengawet untuk mengendalikan pertumbuhan Clostridium
botulinum efektif digunakan pada makanan. Contoh pengawet-pengawet yang digunakan
sorbates, paraben,
polyphosphates, fenolik antioksida, askorbat, EDTA, metabisulfit, n-monoalkil
maleat dan fumarates. Cara pencegahan kontaminasi Clostridium botulinum juga dapat diterapkan selama proses
penyimpanan, seperti pemilihan kemasan untuk produk makanan yang baik untuk
mengurangi resiko dari botulisme dan memasak
makanan yang dikalengkan secara benar dan menghindari makanan kaleng jika
kemasan kaleng sudah menggembung. Cara pencegahan kontaminasi yang lainnya
dapat dilakukan proses sterilisasi secara kuat, dan pemberian pH asam ataupun konsentrasi
garam karena Clostridium botulinum ini sangat
resisten terhadap panas, tahan pada suhu 100oC selama 3-5 jam,
tetapi daya tahan ini akan berkurang pada pH asam atau konsentrasi garam.
Bagi
industri yang memproduksi produk pangan yang kerat kaitannya dengan bakteri ini
dapat melakukan sterilisasi dan penggunaan panas serta nitrit pada daging yang
dipasteurisasi dan akan dikalengkan. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat
penjualan makanan yaitu dengan melakukan pengolahan produk pangan yang dikalengkan
tersebut dengan cara direbus. Bakteri ini dapat menyerang produk pangan yang
tidak disimpan dengan baik, oleh sebab itu harus dilakukan cara menyimpan
produk pangan tersebut dengan baik seperti misalnya disimpan di dalam lemari
pendingin. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah
menggembung.
7. Daftar Pustaka
Buckle, F.A; R A
Edwards, G H fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press.
Jakarta.
Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI.
saya yuni rusiana nim 11.70.0055 kelompok 14 (Streptococci) bersama dengan Febby Ernita 11.70.0054 dan Setyo 11.70.0056.. Anda mengatakan bahwa C. botulinum tumbuh pada keadaan anaerob obligat dan banyak terdapat pada produk sosis. Yang sering saya temui, sosis di pasar swalayan melakukan pengemasan dengan metode pengemasan vakum. Lalu, menurut kelompok Anda apakah ada cara lain selain menggunakan nitrit untuk menghambat pertumbuhan C. botulinum di sosis? terimakasih
BalasHapusterima kasih yuni untuk pertanyaannya, dari kelompok kami ingin mencoba menjawab, sebenarnya penggunaan nitrit untuk pengawetan pada sosis masih sulit untuk dihindari. tetapi dengan kombinasi pengawet yang lain bisa juga menghambat pertumbuhan C.botulinum di sosis yaitu garam, sodium phosphate, gula dan asam. Kadar air yang diperbolehkan maksimal 67%. Seperti yang tersebut di atas, garam dapat menghambat pertumbuhannya tetapi perlu diingat kadar garam maksimal yang diperbolehkan untuk grup I maks 10% dan untuk grup II maks 3,5%.
BalasHapus