Rency Gista A. 11.70.0031
Vania Eka C. A. 11.70.0032
Frisky Fediana 11.70.0034
KARAKTERISTIK
Plesiomonas
shigelloides adalah bakteri kelompok non-spora yang
membentuk bacillus, gram negatif, oksidase positif, dan merupakan organisme
fakultatif anaerob, yang tersebar meluas di air tawar. Pengkelasan bakteri P. shigelloides masih menjadi
kontroversi. Bakteri P. shigelloides ini
paling sering dikaitkan dengan dua penyakit menular, yaitu gastroenteritis dan
bakteremia. Namun sering kali pada penderita diare, P. shigelloides dikaitkan dnegan penyakit disentri dan enteritis.
Penyakit yang disebabkan P. shigelloides
ini sering terjadi pada individu yang kembali dari perjalanan jauh atau setelah
mengkonsumsi kerang (Arai, 1980 dan Medema, 1993). Sebagian besar strain
dapat mengubah habitat, karena keduanya memiliki lophotrichous dan
peritrichous flagela (Inoue, 1991). P.
shigelloides pertama kali dipublikasikan pada tahun 1947 (Ferguson, 1947)
dan menerima yang disetujui penamaan pada tahun 1962 (Habs, 1962). Ini
adalah spesies jenis, dan hanya spesies, dari genus Plesiomonas. Dimana erat keterkaitannya dengan fenotip
dalam genus Aeromonas, keduanya
merupakan anggota dari famili Vibrionaceae.
SUMBER
& KONTAMINASI PADA BAHAN PANGAN
Air, kerang dan ikan merupakan sumber
paling umum infeksi P. shigelloides pada
manusia. Strain P. shigelloides
menunjukkan resistensi antibiotik terhadap penisilin karena produksi
β-laktamase. Habitat alami utama P.
shigelloides adalah air tawar bahkan pada penelitian juga dapat
ditemukan di sungai, danau, kolam, dan sedimen di sejumlah negara (Tsukamoto,
1978). Meskipun sebagian besar terisolasi pada iklim tropis, tetapi di
Swedia ditemukan bahwa P. shigelloides
terisolasi di iklim dingin (Krovacek, 2000). Pertumbuhan P. shigelloides di air tawar tergantung
pada suhu (Schubert, 1993), ketersediaan hara, dan tingkat cemaran limbah (Medema,
1993). Dalam penelitian, sebagian besar pertumbuhan strain P. shigelloides tidak dapat tumbuh pada
suhu di bawah 8 - 10 ° C (Miller, 1986). Dalam kestabilan ekologi kolam,
pertumbuhan terbesar P. shigelloides ditemukan
dalam lumpur di dasar kolam (Tsukamoto, 1978), tetapi juga sangat
tergantung pada air yang teroksigenasi dan toleran terhadap pH tinggi (Schubert,
1981).
Frekuensi isolasi P. shigelloides di berbagai spesies mencerminkan probabilitas paparan
bakteri dalam habitat utamanya, air, dan frekuensi isolasi terbesar terdapat di ikan,
reptil, dan mamalia (burung) (Bardon, 1999). Kemungkinan P. shigelloides terdapat pada bagian
usus dari ikan air tawar yang normal, dan beberapa pada reptil dan amfibi. Spora
P. shigelloides ditemukan dalam kotoran
hewan, yang mungkin disebabkan setelah proses pencernaan ikan, air, dan air
yang terkontaminasi makanan (Van Damme, 1984).
GEJALA
& PENYAKIT
Penyakit yang disebabkan oleh P. shigelloides biasanya adalah infeksi
ekstraintestinal dan plesiomonas, dimana telah terbukti menyebabkan septikemia
pada orang dewasa dan anak. Namun penyakit yang paling menjadi perhatian
khusus adalah kasus sepsis neonatal dan meningitis pada bayi, yang ibunya telah
terinfeksi P. shigelloides (Habs,
1962), dimana diketahui saat ketuban ibunya pecah. Angka kematian pada bayi
melebihi 70%.
Gejala yang ditimbulkan oleh Plesiomonas shigelloides adalah diare,
mual, muntah, demam, dan sakit perut. Gejala ini akan timbul selama 20-24 jam
setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Gejala ini bisa berlangsung
hingga 7 hari. Infeksi akibat Plesiomonas
shigelloides dapat ditangani dengan antibiotik. Namun kebanyakan, tidak
membutuhkan penanganan medis (Wisconsin Division of Public Health).
"Diare traveler" merupakan
infeksi P. shigelloides pada individu
yang sedang traveling, dan dapat terjadi sepanjang tahun, sedangkan infeksi
yang didapat secara lokal (telah ada di negara tersebut) cenderung bersifat musiman
(Hug, 1993). Gejala yang berhubungan dengan infeksi gastrointestinal umumnya
adalah diare, sakit perut, tenesmus, mual, kelelahan, menggigil, demam,
sakit kepala dan muntah (Hori, 1966). Sebagian besar terjadi di usus
besar. Gejala mulai terlihat pada hari ke 1 - 9 (Miller, 1985) dan bentuk
diare dapat bervariasi seperti berlendir, bahkan berdarah dan berair untuk yang
sudah parah (Assad, 1995), apabila tidak diobati gejala ini terus berlangsung
hingga hari ke 11 (Holmberg, 1986). Infeksi menjadi kronis dan
bakteri dapat diisolasi dari feses selama lebih dari dua bulan setelah
infeksi (Rautelin, 1995). Beberapa kasus penyebab infeksi tidak diidentifikasi (Lee,
1996). Sebagian besar terlihat pada kelompok usia anak, terutama neonatus yang diduga
mendapat infeksi perinatal daripada plasenta. Septicaemia dan meningitis
umumnya terjadi bersama-sama pada neonatus (Fujita, 1994). Bahkan sering
terjadi infeksi usus termasuk kolesistitis (Claesson, 1984), osteomyelitis
(Ingram, 1987), abses pankreas (Kennedy, 1990) dan polyarthritis (Gupta, 1995). Sebagian
besar infeksi pada manusia ditularkan melalui air. Infeksi tersebut berhubungan
dengan kontaminasi yang disebabkan oleh limbah – limbah. Infeksi dapat
diperoleh melalui air minum (Bhat, 1974), air rekreasi, atau dengan
mengkonsumsi makanan yang telah dibilas dengan air yang terkontaminasi (Greenless,
1998). Ikan, kerang-kerangan, dan
crustacean merupakan sumber infeksi oleh P.
shigelloides. Sotong, mackerel, tiram, dan kerang juga dapat menyebabkan infeksi
oleh bakteri yang sama (Claesson, 1984). Berdasarkan penelitian, P. shigelloides tidak dapat hidup pada
suhu 5˚C, dan akan mati dengan pasteurisasi 60˚C selama 30 menit (Miller, 1986).
Oleh sebab itu, pemasakan yang memadai dan penyimpanan suhu dingin dapat
mengurangi resiko infeksi oleh P.
shigelloides (Jagger, 2000).
P.
shigelloides dapat menyebabkan infeksi luka,
keracunan darah, dan gastroenteritis, karena bakteri ini ditemukan pada
penderita diare. Di Amerika, bakteri ini mucul akibat konsumsi kerang mentah
(Kirov, 1997). P. shigelloides adalah bakteri yang banyak ditemukan di perairan,
baik air tawar maupun air laut. Oleh karena itu, kasus penyakit akibat bakteri
ini disebabkan karena mengkonsumsi ikan atau makanan hasil laut lainnya. Pada
umumnya, P. shigelloides tidak dapat hidup pada suhu di bawah 8˚C
(Krovacek et al¸2000). Oleh sebab
itu, pencegahan terhadap P. shigelloides dapat
dilakukan dengan menyimpan produk hasil laut pada suhu rendah.
Ikan dan kerang-kerangan merupakan
habitat alami P. shigelloides, yaitu
sebagai reservoir/ penyimpanan kedua. Dari hasil penelitian, P. shigelloides pada ikan jauh lebih
tinggi dibandingkan pada mamalia. Sebanyak 59% P. shigelloides ditemukan pada ikan air tawar di Zaire, dan 10,2%
pada ikan air tawar di Jepang. P.
shigelloides sebagai patogen bagi manusia sudah diketahui sejak 1947. Banyak kasus diare akibat P. shigelloides terjadi di negara tropis
dan subtropis, termasuk Bangladesh, India, Malaysia, Taiwan, dan Thailand.
Namun ada juga kasus yang terjadi di negara bersuhu dingin seperti Amerika,
Kuba, Kanada, dan Finlandia. Hal ini dipercaya akibat bepergian dari negara
tropis, yang membawa bakteri tersebut. Gejala yang timbul dari infeksi
gastrointestinal oleh kontaminasi P.
shigelloides adalah diare, sakit perut, mual, merinding, demam, sakit
kepala, muntah-muntah, dan kelesuan (Jagger, 2000).
Outbreaks
dan Penanganan
Kasus penyakit gastroenteritis akut akibat Plesiomonas shigelloides terjadi pada
Maret 1989 di Jepang. Penyakit ini menyerang di daerah Toyota, Jepang. Gejala
yang ditimbulkan penyakit ini adalah diare, muntah-muntah, mual, dan sakit
perut. Gejala-gejala ini diperkirakan diakibatkan karena SRSV (Small Round
Structured Viruses) yang mengontaminasi makan siang di sekolah. Sebelumnya,
kasus seperti ini telah terjadi di Amerika, Australia, Inggris, dan Jepang.
Gejala timbul dari air (minum, berenang) dan makanan (kerang, bahan salad).
Spesimen SRSV yang diteliti adalah Salmonella,
Escherichia coli, Yersinia enterolitica, Vibrio parahaemolyticus, V. cholera
non O1, V. mimicus, V. fluvialis, Clostridium perfringens, Bacillus cereus,
Aeromonas hydrophila, A. sobria, Plesiomonas shigelloides, Shigella,
Campylobacter jejuni/coli, dan Staphylococcus aureus.
Air minum dan makanan yang disajikan di
sekolah di Toyota, Jepang menjadi hal yang dicurigai sebagai penyebab. Air yang digunakan di sekolah tersebut adalah
dari sistem air milik pemerintah, dan residu klorinnya antara 0,1-0,7 ppm. Dari
hasil penelitian, air bukanlah penyebab penyakit tersebut karena penduduk
sekitar juga mengkonsumsi air yang sama, namun tidak terjangkit. Menu makanan
yang disajikan di sekolah tersebut adalah nasi, sayur rebus dengan saus kacang,
ikan goreng, pudding, dan susu. Sayur rebus dengan saus kacang menjadi penyebab
penyakit ini. Karena 1 dari 48 orang pengurus makanan sekolah ini dilaporkan
mengalami gastrointestinal sebelumnya. Ia mengalami gejala muntah-muntah dan
diare, serta diikuti dengan demam (38˚C).
Air, makanan, aerosol, dan kontak manusia
dapat menjadi rute penularan SRSV. Hal ini dibuktikan dari terjangkitnya
murid-murid dan guru-guru di Toyota, Jepang akibat makanan. Dan penularan ini
disebabkan karena seorang pengurus makanan yang sudah terjangkit
gastroenteritis sebelum ia mempersiapkan makanan untuk murid dan guru di
sekolah tersebut. Dalam kasus keracunan makanan akibat P. shigelloides (SRSV), makanan yang menjadi penyebab adalah
kerang-kerangan, dan makanan mentah seperti salad, produk bakery, dan ham.
(Kobayashi et al , 1991)
Contoh lain insiden yang terjadi akibat Plesiomonas shigelloides adalah
gastroenteritis yang terjadi pada seorang wanita di Singapura. Bakteri ini
jarang menginfeksi manusia, namun menginfeksi inangnya yang berupa produk hasil
laut. Oleh karena itu, gastroenteritis dapat timbul akibat manusia mengkonsumsi
seafood mentah. Seorang wanita di Singapura mengalami diare, demam, dan kram
perut yang parah. Hal ini terjadi karena ia mengkonsumsi bubur dengan ikan yang
tidak matang (undercooked). Dengan
pengobatan menggunakan ceftriaxone 1 g tiap hari selama 2 hari, ciprofloxacin
500 mg 2 kali sehari selama 2 hari, dan 2 liter hidrasi intravenous per hari
menggunakan pengganti potassium selama 4 hari, wanita ini dinyatakan sembuh
(Anil, 2009).
Ada beberapa kasus penjangkitan P. shigelloides di Jepang, China, dan
Kamerun. Biasanya, penanganan khusus pada diare akibat P. shigelloides tidak dibutuhkan, namun terapi antimicrobial dapat
berguna apabila gejala diare parah terjadi pada anak-anak atau lansia.
Kebanyakan P. shigelloides rentan
terhadap cephalosporin, quinolone, dan trimethoprim-sulfamethoxazole. Resiko
terkena penyakit akibat bakteri ini dapat dikurangi dengan mengurangi konsumsi
kerang mentah atau kurang matang (terutama selama musim panas) (Anil, 2009).
Infeksi akibat P. shigelloides dapat terjadi melalui air minum, kontak dengan air
(berenang), atau mengkonsumsi makanan yang dicuci menggunakan air yang telah
terkontaminasi. Kasus penjangkitan dari air minum yang terkontaminasi,
dilaporkan telah terjadi di Jepang pada 978 orang. Ada kasus di Amerika yang
terjadi akibat berenang di sungai Missisippi. P. shigelloides juga menyebabkan diare pada orang yang melakukan
kegiatan rekreasi di air laut. Air sumur yang tidak diberi perlakuan dengan
klorin juga mengontaminasi 56 orang di Livingston Country, USA. Kasus lain yang
tidak biasa adalah gastroenteritis akibat P.
shigelloides yang terjadi pada seorang bayi di Missouri, USA yang mandi di
bathub (Jagger, 2000)
P.
shigelloides rentan terhadap quinolone,
kloramfenikol, tetrasilin, co-trimoxazole, aminoglikosida, imipenem, dan
cephalosporin (ceftazidime, cefotaxime, dan ceftriaxone). Kebanyakan bakteri
ini resisten terhadap b-lactamase dan ampicilin (Wong, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
·
(eds)
Food Microbiology. Fundamentals and Frontiers. ASM Press, Washington DC,
USA. pp. 265-287.
·
Anil,
S.A. 2009. Severe Plesiomonas shigelloides Gastroenteritis in a Young Healthy
Patient. Crit Care & Shock (2009) 12:120-122
·
Arai
T, Ikejima N, Itoh T, Sakai S, Shimada T, Sakazaki R. A survey of Plesiomonas
shigelloides from aquatic environments, domestic animals, pets and humans. J
Hyg (Lond) 1980;84(2):203-211.
·
Assaad
M, Soweid MD, Clarkston WK. Plesiomonas shigelloides: an unusual cause of
diarrhea. Am J Gastroenterol 1995; 90: 2235-2236.
·
Bardon
J. Plesiomonas shigelloides and its serovars in animals in the Czech
Republic—region Moravia. Cent Eur J Public Health 1999;7(1):47-49.
·
Bhat
P, Shanthakumari S, Rajan D. The characterization and significance of
Plesiomonas shigelloides and Aeromonas hydrophila isolated from an epidemic of
diarrhoea. Ind J Med Res 1974;62:1051-1060.
·
Claesson
BEB, Holmund DEW, Lindhagen CA et al. Plesiomonas shigelloides in acute
cholecystitis: A case report. J Clin Microbiol 1984; 20: 985.
·
Ferguson
WW, Henderson ND. Description of strain C27; A motile organism with the major
antigen of Shigella sonnei phase 1. Journal of Bacteriology 1947;54:179-181.
·
Fujita
K, Shirai M, Ishioka T, Kakuya F. Neonatal Plesiomonas shigelloides septicaemia
and meningitis: A case and
·
Greenlees
KJ, Machado J, Bell T, Sundlof SF. Food borne pathogens of cultured aquatic
species. Vet Clin North Am Food Anim Pract 1998; 14(1): 101-112.
·
Gupta
S. Migratory polyarthritis associated with Plesiomonas shigelloides infection,
Scand J Rheumatol 1995; 24: 323-325.
·
Habs
H, Schubert RHW. Uber die biochemischen Merkmale und die taxonomische Stellung
von Pseudomonas shigelloides (Bader). Zentralbl Bakteriol I Abt Orig
1962;186:316-327.
·
Holmberg
SD, Wachsmuth IK, Hickman-Brenner FW, Blake PA, Farmer JJ 3d. Plesiomonas
enteric infections in the United States. Ann Intern Med 1986;105(5):690-694.
·
Hori
M, Hayashi K. Food poisoning caused by Aeromonas shigelloides with an antigen
common to Shigella dysenteriae. Journal of the Japanese Association of
Infectious Disease 1966;39:433-441.
·
Huq
MI, Islam MR. Microbiological and clinical studies in diarrhoea due to
Plesiomonas shigelloides. Indian J Med Res 1983; 77: 793-797.
·
Ingram
CW, Morrison AJ Jr, Levitz RE. Gastroenteritis, sepsis and osteomyelitis caused
by Plesiomonas shigelloides in an immunocompetent host: Case report and review
of the literature. J Clin Microbiol 1987; 25: 1791.
·
Inoue
K, Kosako Y, Susuki K, Shimada T. Peritrichous flagellation in Plesiomonas
shigelloides strains. Jpn J Med Sci Biol 1991; 44: 141-146.
· Jagger,
Tim. D. 2000. Plesiomonas shigelloides: a veterinary perspective. Infect Dis
Rev 2000, 2(4):199-210
·
J.
Michael Janda, Sharon L. Abbott. (1993).Expression of Hemolytic Activity by
Plesiomonas Shigelloides. Journal Of Clinical Microbiology, May 1993, P.
1206-1208
·
Kennedy
CA, Goetz MB, Mathison GE. Postoperative pancreatic abscess due to Plesiomonas
shigelloides. Rev Infect Dis 1990; 12: 813.
·
Kirov,
S.M. 1997. Aermonas and Plesiomonas species. In: Doyle, M., L.R.
Beuchat & T.J. Montville
· Kobayashi.
S, T. Morishita, T. Yamashita, K. Sakae, O. Nishio, T. Miyake, Y. Ishihara, and
S. Isomura. 1991. A large outbreak of gastroenteritis associated with a small
round structured virus among schoolchildren and teachers in Japan. Epidemiol
Infect (1991) 107, 81-86. Great Britain.
·
Krovacek
K, Eriksson LM, Gonzalez-Rey C, Rosinsky J, Ciznar I. Isolation, biochemical
and serological characterisation of Plesiomonas shigelloides from freshwater in
northern Europe. Comp Immun Microbiol Infect Dis 2000; 23: 45-51.
·
Krovacek,
K., L.M. Eriksson, C. Gonzalez-Rey, J. Rosinksy & I. Ciznar 2000.
Isolation, biochemical and serological characterization of Plesiomonas
shigelloides from freshwater in Northern Europe. Comparative Immunology
Microbiology and Infectious Diseases 23, 45-51.
·
Lee
ACW, Yuen KY, Ha SY, Chiu DCK, Lau YL. Plesiomonas shigelloides septicaemia:
Case report and literature review. Pediatric hematology and oncology 1996; 13:
265-269.
·
Medema
G, Schets C. Occurrence of Plesiomonas shigelloides in surface water;
relationship with faecal pollution and trophic state. Zbl Hyg 1993; 194:
398-404.
·
Miller
ML, Koburger JA. Plesiomonas shigelloides: an opportunist food and waterborne
pathogen. J Food Prot 1985;48(5):449-457.
·
Miller
ML, Koburger JA. Tolerance of Plesiomonas shigelloides to pH, sodium chloride
and temperature. J Food Prot 1986; 49: 877-879.
·
Rautelin
H, Sivonen A, Kuikka A et al. Enteric Plesiomonas shigelloides infections in
Finnish patients. Scand J Infect Dis 1995; 27: 495
·
review.
Acta Paediatrica Japonica 1994; 36: 450-452.
·
Schubert
R, Pelz E. The occurrence of Plesiomonas shigelloides in the water and mud of
ponds. Hyg Med 1993; 18: 148-152.
·
Schubert
RHW. On the ecology of Plesiomonas shigelloides. Zentralbl Bakteriol Hyg I Abt
Orig A. 1981;172: 528-533.
·
Tim
D Jagger. (2000).Plesiomonas
Shigelloides - A Veterinary Perspective. Infect Dis Rev
2000;2(4):199-210.
·
Tsukamoto
T, Kinoshita Y, Shimada T, Sakazaki R. Two epidemics of diarrhoeal disease
possibly caused by Plesiomonas shigelloides. J Hyg Camb 1978; 80:275-280.
·
Van
Damme LR, Vandepitte J. Isolation of Edwardsiella tarda and Plesiomonas
shigelloides from mammals and birds in Zaire. Rev Elev Med vet Pays trop
1984;37(2):145- 151.
· Wisconsin
Division of Public Health. (__). Plesiomonas shigelloides: disease fact sheet
series. The Division of Public Health, Bureau of Communicable Disease ,
Communicable Disease Epidemology Section
· Wong.
TY, HY Tsui, MK So, JY Lai, ST Lai, CWS Tse, TK Ng. 2000. Plesiomonas shigelloides
infection in Hong Kong: retrospective study of 167 laboratory-confirmed cases. HKMJ
2000;6:375-80
Saya Elisabeth Tiffany (11.70.0037) bersama Yoceline Natalia (11.70.0036) dan Gracia Carolina (11.70.0038) kelompok 10 mau bertanya...
BalasHapusDi atas disebutkan bahwa sumber kontaminasi P. shigelloides berasal dari ikan atau hasil laut. Bagaimana cara kalian mengetahui bahwa ikan atau hasil laut telah terkontaminasi P. shigelloides ? Apa indikasi bahwa ikan atau hasil laut tersebut telah terkontaminasi P. shigelloides ?
Terima kasih.
Saya Rency Gista (11.70.0031) bersama Vania Eka (11.70.0032) dan Frisky Fediana (11.70.0034) kelompok 9 akan menjawab pertanyaan diatas..
Hapusuntuk mengetahui bahan pangan tsb mengandung kontaminan P. shigelloides tidak bisa terlihat secara fisik. namun hanya bisa terlihat ketika manusia sudah mengkonsumsi makanan yg mengandung bakteri tsb. jadi penyakit yang ditimbulkan merupakan infeksi. gejala yang terlihat juga hampir sama dengan gejala keracunan pada umumnya seperti mual, muntah, diare, demam dan sakit perut. Gejala ini akan timbul selama 20-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi. Gejala ini bisa berlangsung hingga 7 hari. Infeksi akibat Plesiomonas shigelloides dapat ditangani dengan antibiotik. karena gejala yang ditimbulkan sama, oleh karena itu untuk mengetahui apakah penyakit itu disebabkan oleh P. shigelloides dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.
terima kasih..